Semacam Motivasi
Kursor di halaman kosong masih berkedip, menanti kata yang harus ia tulis. Namun, otakku tetap menolak untuk menumpahkan kata-kata, meski sudah dibujuk sejak pagi. Berbagai kalimat tentang komitmen dan pencapaian pun tak digubris. Terpaksa, hari ini kita istirahat menulis fiksi (lagi).
Karena rasanya sayang untuk tidak melanjutkan sama sekali novel tersebut, mari kita tulis hal yang berhubungan dengannya. Mengingat-ingat motivasi yang mendorong pembuatan novel itu di awal-awal, mungkin bisa jadi pembahasan hari ini.
Novel, atau bacaan fiksi adalah kegemaranku sejak kecil. Awalnya, Ummi senang membacakanku buku tipis 'non-fiksi' seri aku bisa. Aku bisa mengikat tali sepatu sendiri, aku bisa tidur sendiri, aku bisa makan sendiri, dan judul-judul sejenis rutin jadi kudapan malam sebelum tidur. Namun, suatu hari Ummi membelikanku sebuah buku yang lebih tebal dari biasanya. Katanya, buku tersebut adalah karangan dari anak seorang da'i, yang ketika dewasa baru kuketahui bahwa dia adalah anak dari da'i yang dikenal dengan nama Aa Gym.
Sang penulis juga masih kanak-kanak, sangat belia usianya. Jika tak salah ingat, masih tujuh atau delapan tahun, beda sedikit denganku ketika itu. Buku yang penuh imajinasi. Saking imajinatifnya, aku yang masih kecil itu bisa langsung mengerti bahwa hal-hal yang tertulis di buku ini merupakan sesuatu yang kemungkinan besar tidak terjadi di dunia nyata.
Tapi, aku langsung tenggelam dan jatuh cinta! Menemukan dunia baru dalam bentuk buku penuh imajinasi ternyata sangat menyenangkan. Banyak pesan hikmah yang ditulis secara tersirat maupun tersurat dalam setiap judulnya. Diantar dalam bentuk fiksi, aku bisa lebih mudah memahami dan menerimanya.
Kecondongan pada fiksi itu berlanjut hingga kini, ketika peran berganti seiring bertambahnya usia. Aku sempat berada pada fase meremehkan diri sendiri, karena terus-menerus membaca cerita fiksi. Memaksakan diri sekali-kali membaca buku non-fiksi, aku tetap tak menemukan kesenangan sebagaimana membaca tulisan fiksi. Aku tak bisa memahami dan mengerti sudut pandang lebih baik seperti ketika menyelami pikiran penulis fiksi.
Hingga akhirnya aku merasa, masuk ke dunia fiksi untuk menyampaikan amanat dan pesan kepada dunia mungkin memang jadi daya tarik tersendiri bagiku. Namun keberanian untuk menuliskan novel perdana itu timbul dan hilang. Sehingga harus ada sesuatu yang mengikatnya kuat-kuat.
Motivasi untuk menyampaikan pesan, untuk berbagi manfaat.
Meskipun hingga kini, aku masih meraba sendirian.
---
Goresan Cinta dari Masa Lalu - Zuhdina G.
Cerita tentang Eliza yang terlihat keras di luar, tapi rapuh di dalam. Kisah yang mungkin terjadi di sekitar, tapi kita luput darinya.
Kisah yang akan menguak, bahwa ada goresan cinta bagi yang percaya, telah termaktub sejak dahulu kala. Menjadi jawaban atas segala gundah. Membawa kebahagiaan bagi yang percaya. Goresan cinta yang takkan lekang oleh masa..
Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link di bawah:
https://read.kbm.id/book/detail/05c1d295-4b51-474c-9576-e3ef46c16b1c?af=f57ac34a-3e70-f5e3-818c-310d66dcc772
Komentar
Posting Komentar