Apa yang Harus Disyukuri Hari Ini?
Apa yang harus disyukuri hari ini?
Itu pertanyaan yang Mama tuliskan besar-besar di bagian atas kertas. Usiaku dan kakak saat itu belum sepuluh, rasanya berat harus memenuhi selembar kertas A5 hanya untuk menjawab satu pertanyaan. Namun tetap saja, tangan kecil kami bergerak. Bekerja sama dengan otak memproduksi tulisan cakar ayam yang hampir tak bisa dibaca.
Lelah menulis, aku akhirnya mengeluh, "Tidak bisa penuh, tidak ada lagi yang bisa dituliskan." Kuangsurkan kertas di tangan, lecek karena berkali-kali harus tergesek dengan penghapus karet. Kakak mengangguk setuju, ia pun menyerahkan hasil tugasnya yang sedikit lebih banyak dibanding punyaku.
Mama tersenyum, dan mulai membaca tulisanku. "Aku bersyukur karena makan sereal tadi pagi. Aku bersyukur karena dibelikan puzzle baru sama papa. Aku bersyukur karena hari ini tidak hujan, jadi bisa main sepeda sama Ayu." Mama berhenti membaca, memang hanya itu yang berhasil kutulis. "Kalau kakak nulis..." Mama meraih kertas milik kakak, isinya kurang lebih sama denganku. Hanya ada tambahan tentang Kety, kucing tetangga yang hari ini tidak berak sembarangan dekat sepeda kesayangannya.
"Bagus, maasyaa Allah. Terima kasih sudah menuliskan hal yang harus disyukuri hari ini," ucap Mama tersenyum lebar. "Tapi, kertas ini bisa diisi penuh loh. Bahkan, bagi mama, kertas ini masih saaaaangat kurang. Mama mungkin akan butuh kertas di seluruh dunia untuk menuliskan hal yang harus disyukuri hari ini."
"Wah, banyak banget. Emang apa aja, Ma?" tanya Kakak penasaran.
"Hmm.. Coba diingat sejak bangun tidur, apa ada yang bisa disyukuri?"
"Bisa makan sereal pakai susu?" celetukku.
"Itu juga. Tapi coba kita mundur sedikit deh. Kakak dan adek semalaman tidurnya di mana?"
"Ya, di kamarlah Ma!" jawab Kakak.
"Aku.. di kamar Mama. Hehehe," ucapku malu-malu. Kakak melotot hendak berseru protes.
"Nah, nah.. Kakak dan adek tidur di kasur yang empuk ya, Alhamdulillah. Ada bantal, guling, ada spreinya juga.." Mama mencoba mengambil alih pembicaraan. Aku dan kakak mengangguk-angguk. "Kasur empuk itu adalah hal yang harus disyukuri. Bayangkan, di dunia ini ada baanyak sekali teman-teman kita yang belum bisa tidur di atas kasur empuk. Anak yang di Palestina misalnya, kasur mereka hancur tidak bisa ditiduri lagi."
"Kasihan ya, Ma." Kubayangkan tidur tanpa kasur empuk. Ketiduran di sofa sebentar saja, rasanya badan pegel-pegel pas bangun.
"Iya. Maka, tidur di kasur empuk adalah hal yang harus kita syukuri." Mama mengelus kepala kami bergantian.
"Termasuk bantal, guling, selimut, lampu dan sprei ya, Ma?" tanya kakak memastikan.
"Betul. Nah, apa lagi yang bisa kita syukuri?"
Aku dan kakak sepertinya mulai paham. Kami berebut menjawab pertanyaan Mama. Keberadaan sandal, sepatu, tas, gelas, piring, meja, jam dinding, bahkan jepitan rambut kami sebut satu-satu sebagai hal yang harus kami syukuri.
"Wah, beneran banyak banget ya, Ma." Aku berkata takjub.
"Iya, kan.. Tapi ada lagi nih satu hal yang sering banget lupa kita syukuri. Ada yang tahu?" Mama memandangi kami satu per satu.
Aku dan kakak kembali menyebutkan beberapa barang, tapi mama masih menggeleng sambil tersenyum. Ketika aku menyerah, kakak masih mencoba menjawab. "Handuk? Hmm, sepeda? Laptop papa?" Mama masih menggelengkan kepala. Kakak akhirnya menyerah juga.
"Hal yang paling sering lupa kita syukuri adalah napas. Kita bisa bernapas dengan mudah tanpa hambatan, oksigen masuk ke tubuh tanpa harus bayar. Wah, ini adalah kenikmatan luar biasa yang harus kita syukuri." Mama menarik napas dalam dan membuangnya. "Coba kalian tutup hidung, gimana rasanya?"
Kami meletakkan tangan di hidung masing-masing. Belum berapa detik, aku sudah tak tahan dan mengambil napas cepat-cepat. "Nggak enak, Ma!"
"Maka, napas adalah hal yang harus kita syukuri. Kita sering lupa, karena selalu tersedia tanpa butuh usaha."
"Waaah, bener-bener banyak ya. Betul kata Mama, kertas ini gak bakalan cukup!" seru kakak takjub.
"Maka dari itu, kita harus senantiasa bersyukur. Bersyukur kepada..." Mama menggantung ucapannya.
"Allah!" Kami kompak menyambungkan.
"Betul. Bersyukur kepada Allah yang menyediakan semua ini untuk hamba-hamba-Nya."
"Bagaimana caranya kita mensyukuri hal yang banyaaaak banget ini kepada Allah?" tanyaku.
"Dengan menaati perintahnya. Terus berusaha berbuat baik, memperbaiki diri dari waktu ke waktu." Mama mengambil sebuah buku dari meja. Sampulnya tertulis besar-besar, RESOLUSI TAHUN 2023. "Kalau Mama, Mama menulis apa-apa yang harus diperbaiki selama setahun ke depan dalam buku ini. Kalau adek dan kakak, kira-kira gimana?"
"Aku juga mau menulis!" sahutku riang.
"Aku... Aku mau belajar lebih giat!" seru kakakku.
Mama memandangi kami dengan mata berbinar. Ia kemudian mengajari kami menulis hal-hal yang bisa kami perbaiki dan pelajari di masa depan.
Komentar
Posting Komentar