Istirahat Boleh, Menyerah Jangan
Ini bukan lanjutan cerita. Tapi review ulang kembali plot, terutama setelah mendengar pemaparan materi dari mentor tamu, Kak Puspa Kirana.
Materi dari Kak Puspa terasa sangat relate dengan keadaanku sekarang. Gabung di komunitas 30DWC untuk pertama kalinya di akhir tahun 2020, hobi menulisku terasa mendapatkan wadah. Awalnya aku terus menulis genre non-fiksi, tepatnya tulisan berbentuk memoar. Perjalanan merantau yang membedakanku dari pengalaman orang lain menjadi ide yang kutuangkan setiap hari.
Setelah tiga tahun berjalan, dan aku merasa terus berkutat di situ-situ saja, aku akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia fiksi lebih dalam. Mengingat buku bacaanku juga kebanyakan fiksi, dan rasanya kebaikan yang ingin aku tuangkan lebih nyaman dibagikan dalam bentuk cerita.
Novel yang kutulis ini sebenarnya bukan ide fiksi pertama, tapi menjadi naskah pertama yang kuazzamkan harus selesai. Sudah menduga akan menemui rintangan, tapi ternyata rintangan itu cukup berat. Sampai rasanya ingin menyerah saja.
Tapi tidak. Istirahat boleh. Menyerah jangan. Belajar untuk berhenti sejenak, mengikhlaskan waktu yang ‘terbuang’ dan coba membaca kembali outline yang sudah ada. Mengambil kesimpulan dari perbincangan mentor fiksi Kak Puspa dan Kak Rizka, sepertinya memang banyak yang melenceng dari outline awal. Akhirnya aku keteteran, bingung, lalu ingin mengulang kembali dari awal.
Jadi banyak sekali tanda tanya yang bisa dibubuhkan dalam ceritaku. Kenapa Ryan gak ngabarin Eliza sebelumnya, sehingga ‘perpecahan’ itu nggak harus terjadi? Kenapa Eliza tiba-tiba tinggal di rumah Aisyah, yang sebenarnya ya.. rumah. Bukan kos-kosan. Apa harus dibenahi kembali hal-hal tersebut, terutama bagaimana respon Ummi Aisyah mendengar kabar rumah dari Eliza.
Huaa, dilema. Keinginan yang sederhana, minimal selesai 20 bab deh. Apa memang sesulit itu? Sulit kalau terlalu banyak yang ingin diedit. Padahal sudah ngisi materi tentang self-editing, menekankan bahwa ngedit itu ya di akhir. Sepertinya mulutku itu berucap yang demikian berkali kali kali, lebih untuk mengingatkan diri sendiri. Sebab otak yang memang dari sononya senang menjudge ini disuruh diam dulu, mungkin dia sudah tidak betah.
Jadi dibawa ke mana tulisan ini? Entahlah. Intinya, dibawa untuk istirahat. Meski ya, sekali lagi, ini termasuk pelanggaran yang gak sesuai harapan. Harusnya tulisan ini muncul di hari ke-21 lagi nanti. Rupa-rupanya aku tak sanggup. Gak papa ya? Gak papa dong.
Sekali lagi, yuk istirahat. Menyerah jangan.
Semangat dirikuuuuuu.
Komentar
Posting Komentar