Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Negeri Sakura vs Negeri Dua Nil

Tidak semua orang mendapat kesempatan melangkahkan kaki ke luar kampung halaman, menapak jauh melewati batas negara kelahiran. Apalagi hingga tinggal menetap di beberapa negara sekaligus, hanya segelintir manusia yang mendapat rezeki seperti ini. Banyak poin yang menjadi hambatan, tak cocok pada lingkungan tempat tinggal hingga finansial yang tak cukup kokoh menanggung akomodasi. Dalam list impiannya, Ummi pernah memasukkan hal ini. Tinggal di luar negeri dan menyaksikan ragam perbedaan sosial budaya, minimal menginjakkan kaki sebentar dalam rangka liburan. Sebagai bentuk ikhtiarnya, Ummi pernah mengikuti program pertukaran pelajar ketika duduk di bangku sekolah menengah, yang ditakdirkan belum berhasil. Setiap menceritakan hal ini, beliau tak bisa menyembunyikan wajah berseri sekaligus malu. Mungkin mengingat masa muda yang selalu tertantang melakukan apapun, atau mungkin juga karena ada kepingan masa "jahiliyah" yang tersimpan di sana. Allah mengabulkan doa impiannya dala...

Ilmu Sebelum Ilmu

Pelajaran apa yang paling penting bagi manusia? Kata para ulama, pelajaran tauhid. Bagaimana mengeesakan Allah dengan cara-cara yang sesuai keagungan-Nya. Beribadah, menyembah Allah berdasarkan tuntunan yang disyariatkan pada hamba-Nya. Tidak menyekutukan atau menjadikan makhluk lain sebagai tandingan-Nya. Mempelajari hal ini menjadi pondasi penting bagi penuntut ilmu sebelum melangkah lebih jauh kepada ilmu-ilmu lainnya. Sebagaimana yang Rasulullah perintahkan pada Mu'adz bin Jabal tatkala mengutusnya ke Yaman, "Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Jika engkau menemui mereka, maka ajaklah mereka untuk menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima kali sehari semalam. Bila mereka mematuhimu dalam hal tersebut maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka atas zaka...

Jabatan Takdir

Bagi seorang anak, lebih baik memiliki ibu berprofesi ibu rumah tangga yang diam di rumah atau wanita karir dan aktivis yang sering keluar? Tentu jawaban atas pertanyaan ini relatif. Setiap keluarga berhak menentukan pilihan tergantung kondisi dan situasi. Masing-masing punya konsekuensi tersendiri, maka harus menyiapkan diri atas konsekuensi tersebut. Bahan yang bisa dijadikan pertimbangan sebelum mengambil keputusan, bahwa anak adalah peniru ulung orang tuanya. Seluruh gerak-gerik yang dilakukan hendaknya diperhatikan, sebab ada anak kecil yang tumbuh dan berkembang sesuai apa yang diteladankan oleh sang ibu dan bapak. Orang tua akan mewariskan watak dan caranya mengambil sikap dalam kondisi tertentu, baik secara sadar maupun tak sadar. Maka tentukan pilihan yang paling baik bagi kemaslahatan anak. Poin lain yang harus diperhatikan, bahwa orang tua terutama ibu harus sehat secara fisik dan mental agar mampu menjalankan peran. Ia sebaiknya diberikan ruang untuk mengaktualisasi diri...

Insyaa Allah Mantap!

Tanggal 4 September 2019, hari di mana aku terlahir dalam status yang baru. Hari terakhir bantahku pada Ummi dan Abi tercatat dosa. Hari di mana patuhku pada mereka selesai, berpindah pada titah sang suami. Pertama kali kuutarakan niat seseorang ingin mengkhitbahku, Ummi menyambut penuh semangat. Bertanya mengenai asal, watak dan yang terpenting agama yang dianut, sepenting apa ia bagi hidupnya. Walau biodata yang diberikan cukup mentereng dengan hafalan 30 juz beserta sepak terjangnya dalam hifzil Quran, Ummi tak langsung mengiyakan begitu saja.  Bagi Ummi, hal terpenting dalam kehidupan rumah tangga adalah tauhid, bagaimana ia mengeesakan Allah. Kemudian watak perilaku, terutama ketika marah sedang menguasai diri. Kami mencari tahu sedetail-detailnya sikap sang calon dari teman-teman sekitar yang banyak muamalah dengannya.  Tatkala orang pertama mundur, semangatku untuk menikah kendur jauh. Ingin fokus studi saja sampai selesai lalu memikirkan nikah. Namun Ummi berpendapat l...

Pelukan Terakhir

Dalam dunia psikologi, berpelukan menjadi salah satu topik yang sering diangkat sebagai momen yang membahagiakan. Menurut penelitian, kegiatan ini memunculkan hormon oksitosi atau hormon kebahagiaan. Hormon ini memberi rasa nyaman dan tenang tatkala dikeluarkan. Rasa lelah setelah menyelesaikan rutinitas kewajiban atau stres atas tekanan pekerjaan bisa diringankan dengan kegiatan ini. Bahkan beberapa peneliti menganjurkan berpelukan ketika seseorang merasa marah. Emosi yang naik meningkatkan detakan jantung, berpelukan dapat menurunkan detak jantung ke tingkat optimal. Pelukan juga menjadi salah satu cara mengekspresikan kasih sayang, baik antar pasangan maupun antar orangtua ke anak. Dokter spesialis anak dr. Fransisca Handy Barazaini Wicaksono Agung menuturkan bahwa pelukan punya kaitan erat dengan pembentukan bonding atau ikatan antara anak dengan orang tua. Mereka akan merasa dicintai, nyaman, dan tenang yang punya pengaruh bagus untuk pertumbuhan dan perkembangan di masa depan. ...

Marinasi Kata

Dalam proses penyusunan buku, mengendapkan naskah sebelum diedit merupakan langkah penting yang harus diambil. Setelah mengganti jubah penulis menjadi editor di tahap awal, mata bisa jadi belum menangkap hal-hal yang kurang. Menyimpannya beberapa waktu kerap mengubah sudut pandang terhadap naskah, memunculkan hal-hal yang luput sehingga bisa diperbaiki kembali. Bagiku, proses ini seperti marinasi yang kerap dilakukan di dapur. Sebagaimana daging, tulisan butuh disimpan dalam waktu tertentu agar lebih enak dan empuk. Marinade berupa referensi tambahan juga dibutuhkan dalam langkah ini. Selain mengandalkan mata sendiri sebagai pengedit, seorang penulis juga bisa meminta mata pembaca lain untuk memberi ulasan. Bumbu tambahan dalam memarinasi naskah adalah pendapat pembaca. Memastikan sang calon buku bisa dipahami dengan baik, demi mencapai tujuan sang buku ditulis : menyampaikan informasi pada pembaca. Pembaca pertama sebaiknya orang yang juga gemar membaca, agar ulasan yang diberikan bis...

Resep Marah

Aku masih bisa mengingat momen Ummi pernah marah hingga harus memberi hukuman fisik pada kami. Bukan karena beliau sering melakukan. Sebaliknya, Ummi jarang sekali menyakiti anak-anaknya bahkan walau di puncak marahnya sekali pun. Beliau hanya mengomel pendek-pendek di malam hari, tatkala rasa lelah telah menghabisi badan dan kami masih bisa-bisanya melengos atas beberapa perintah. Juga di detik-detik urgen menjelang tenggat waktu pemesanan kue yang dijanjikan, sementaran kami bersiap terlalu lama. Mengomel pendek dengan suara yang tidak terlalu tinggi, tapi berhasil membuat kami bergegas lebih cepat. Hukuman yang paling aku ingat di kala beliau marah adalah mencubit. Ketika matahari telah meninggi sedang aku belum shalat Subuh, dan ngeyel tak mau membuka mata walau sebenarnya sudah sadar. Setelah itu, beliau menitikkan air mata hingga sesenggukan. Memohon pertolongan Allah agar hatiku dilembutkan. Rasa bersalah yang teramat sangat menyergap melihat air mata itu jatuh membasahi pip...

Seratus Perak yang Tak Kembali

Sebagai anaknya yang terakhir, aku merasa mewarisi banyak watak dan kebiasaan yang Ummi punya. Selalu menutup makan berat dengan yang manis, suka coklat dan es krim vanila hingga gaya berbicara. Kebiasaan meniru sedari kecil membuatku merasa bangga tatkala apa yang beliau lakukan sehari-hari menjadi rutinitasku juga. Meski demikian, satu hal dari kebiasaannya berusaha kulepas hingga kini. Sesuatu yang kusadari tidak baik untuk dipertahankan, terutama semenjak seorang bayi diamanahkan padaku. Yaitu memendam perasaan. Sikap memaafkan tentu saja perbuatan terpuji. Meredam emosi ketika sebenarnya ia bisa dilampiaskan adalah sesuatu yang Rasulullah sebutkan sebagai orang yang paling kuat. Namun, sikap Ummi yang sering diam saja tatkala salah satu keluarga atau kenalan melakukan perbuatan yang tidak sesuai ternyata tak bisa terus-terusan aku aplikasikan. Terutama jika alasan melakukannya karena gak enakan, walau hati dongkol setengah mati. Mengikuti Ummi, aku terbiasa memendam perasaan s...

Seuntai Doa dari Ummi

Ummi, doakan ya besok Dina mau ujian fiqih. Chat semacam ini sangat sering kukirimkan pada Ummi, terutama setelah merantau. Meminta restu atas segala rencana yang akan kulakukan esok hari. Walau jarak ribuan kilometer terbentang, kegiatanku beberapa hari ke depan selalu kuinformasikan kepada Ummi sehingga beliau punya bayangan atas apa saja yang kulakukan sehari-hari.  Bagiku, doa Ummi semasa hidupnya adalah salah satu hal yang tak boleh terlewat. Sebab, lisan seorang ibu yang mendoakan kebaikan anaknya sangat sering mustajabah. Apalagi jika dipanjatkan di sepertiga malam, dalam sujud-sujud panjang dengan air mata yang mengalir. Maka terus meminta doa kebaikan menjadi rutinitasku setiap hari.  Pernah suatu kali flu berat beserta demam menyerang kami sekeluarga. Aku enggan memberitahu Ummi, takut membebani pikirannya. Namun pada akhirnya intuisi seorang ibu membongkar berita tersebut. Dengan sedih beliau mendoakan kesembuhan, juga menasihati,  "Kalau sakit, jangan sungkan ...

Telur Ke-12

Satu per satu, telur yang tersusun rapi di rak berkurang. Telur kesebelas, harusnya semakin berhati-hati. Namun matahari yang meninggi menandakan tenggat waktu terus menipis. Dikejar waktu, ketelitian piun berkurang, telur kedua belas diluncurkan begitu saja tanpa diperiksa kembali. "Yaaaaaah." Seruan sedih terdengar bersama bau busuk yang menguar ke udara. Telur ke-12 ternyata busuk! Aku yang menonton hanya bisa nyengir, lalu mulai bersiap setelah mendapat perintah membeli beberapa bahan tambahan yang kurang. Sang calon adonan berupa 12 butir telur, setengah kilo gula dan beberapa sendok teh SP harus dibuang akibat satu telur busuk terakhir. Hanya satu, tetapi merusak seluruh bahan lain yang masih bagus. Meski demikian, pesanan blackforest yang diharap diantar sebelum matahari tegak di atas ubun-ubun harus segera diselesaikan. Begitulah lika-liku pengusaha kue, terutama usaha rintisan yang dibina sendiri. Menentukan dan membeli bahan, mengadon, mengoven, hingga mengantar ...

Takdir yang Terakhir

Dulu. Seriing sekali, jika setiap rencana yang telah disusun jauh-jauh hari berubah dan tak sesuai, Ummi selalu hadir dan menenangkan.  "Qodarallah. Biar pun keinginan kita sangat dalam akan sesuatu, atau susunan rencana kita yang benar-benar detail dan terstruktur, kalau Allah menakdirkan hal lain, kita bisa apa? Qodarallah. Manusia merencanakan. Allah menakdirkan." Setiap kali ditenangkan seperti itu, rasa-rasanya hati yang memberontak tak terima itu luluh. Memercayai salah satu rukun iman : takdir baik dan takdir buruk benar-benar menjadi pengobat gundah gulana.  Dalam kehidupan, menjadi hal yang wajar mendapati realita tak terjadi sesuai ekspektasi dan rencana. Sehingga setiap manusia butuh percaya pada rukun iman terakhir ini, sepenting rukun-rukun iman lainnya.  Ummi, dua bulan berlalu sejak terakhir kali percakapan kita. Setiap kali kalimat "Wah, padahal gak sampai dua minggu lagi." atau semacamnya terindera olehku, luka yang berusaha kututup dan kusembunyika...

Cinta yang Pernah Hadir

"Selalu saling manggil sayang. Tapi kalau digenggam tangannya di depan umum, tidak mau. Hehe," kenang Ummi, lengkap dengan binar dalam matanya.  Entah sejak kapan, setiap kali Ummi mengenang kisah cinta masa lampaunya, kutangkap sinar yang berbeda dari wajahnya. Mungkin dari awal memang seperti itu, tapi hatiku yang memupuk rasa kesal enggan menyadari. Mengenang cinta halal setelah sekian tahun menjaga diri dari paparan virus merah jambu, begitu menyenangkan baginya. Tentang cinta pertama, Ummi jarang menceritakan hal-hal yang negatif.  Pertemuan pertama yang mendebarkan juga pernah ia rasakan. Cerita yang selalu membuatku mengulum senyum, diam-diam membayangkan. 13 tahun kebersamaan mereka yang hampir setengahnya di tanah rantau sangat seru untuk disimak. Kadang aku terus bertanya, lalu Ummi dengan senang hati menceritakan.  Sepotong kisah lampau yang bak dongeng bagiku, sebab kisah cinta mereka tak pernah tertangkap dalam memori. Sebab orang yang sama, tega membentangka...

Maaf, Naskahku Jadi Beban

Info tentang buku solo perdanaku diposting, sejumlah kawan dan kerabat mengucapkan selamat dan turut mendoakan kelancaran "lahiran" pertamaku. Sesuatu yang pertama selalu istimewa, tetapi biasanya juga mengandung banyak kekeliruan yang harus diperbaiki di masa depan. Salah satu kesalahan yang kuperbuat diingatkan oleh pertanyaan dari beberapa kenalanku. Bagaiamana alur menerbitkan buku? Ketika kujelaskan, lebih dari satu orang memberi jenis respon yang sama, "Saya juga mau menerbitkan buku, tapi saya insecure. Saya malu ketika tulisanku dibaca orang lain." Ketika mendengar pertanyaan ini pertama kali, ingin sekali kuteriakkan jawaban di wajah mereka, "Aku juga sebenarnya punya perasaan yang sama!" Ya, aku malu. Sejak naskah mentah buku ini telah rampung, aku terus memelihara perasaan ini. Tatkala sang naskah meminta beberapa "pembaca pertama" agar ia bisa diedit lebih baik, aku masih berkutat dengan perasaan tersebut. Bahkan sepertinya secara ...

Sejak 35 Tahun yang Lalu

"...Duka sangat mendalam atas kepergian beliau. Kehilangan aktifis dan penggerak dakwah Islam di SMA Negeri 2 dan di Fak Teknik Unhas sekitar tahun 1987..." Sekitar 1987.. Kata-kata itu kubaca berkali-kali. Terhitung hingga ajalnya tiba, beliau telah berkiprah dalam dakwah selama hampir 35 tahun masa hidupnya. Sosok teladan dalam dakwah adalah Ummiku sendiri. Walau tak terekspos di media mana pun, walau namanya mungkin tak seterkenal da'iyah yang lain, Ummi tetap konsisten menjalankan dakwah. Mengajarkan risalah agama yang dibawa sejak rasul-rasul terdahulu. Sebagai putri bungsunya, aku tahu kesibukan demi kesibukan mengejarnya tanpa henti. Mengurus rumah, mengurus kami yang beberapa kali acuh pada perintahnya, hingga mengurus masalah finansial yang lebih banyak minusnya. Namun di samping kesibukannya yang luar biasa, Ummi selalu menyempatkan waktunya untuk mengisi kajian. Bukan pada yang sisa, tetapi selalu jadi prioritas. Pada momen chat suatu waktu, kulontarkan per...

Boneka Pembangkit Semangat

Teman-temanku duduk berbaris sesuai arahan Ummi. Yang paling besar, berusia 150 tahun. Sedangkan yang paling kecil masih berusia dua tahun. Di ujung sana, kakakku yang terpaut dua tahun denganku duduk mengawasi. Masing-masing mendapat jatah buku tulis serta pensil yang sudah runcing. Sambil menatap papan tulis yang berisi coretan tangan Ummi, kami serius menyalin setiap yang diajarkan. Kadang kala, salah satu dari kami mengangkat tangan, bertanya tentang hal yang tidak dimengerti.  Begitulah bayanganku kala itu. Belajar bersama boneka adalah metode yang Ummi terapkan dalam kegiatan homeschooling kami. Begitu senangnya kami bermain boneka, hingga imajinasi yang tercipta kadang melampaui akal orang dewasa. Hal ini dimanfaatkan dengan baik, setiap hari Ummi mengadakan kelas yang mengikutsertakan seluruh boneka, tanpa terkecuali.  Aku dan kakakku selalu bertugas memberi "ruh" pada boneka-boneka tersebut. Mereka seakan-akan hidup, tertawa dan ikut belajar bersama kami. Tangan-tang...

Tulisan Tanpa Rekayasa

Sudah hampir setengah bulan tulisanku tentang Ummi terus berjalan hingga hari ini.  Di tengah perjalananku menulis ini, kegalauan menyelimuti. Bagaimana jika tulisanku tentangnya jelek? Bagaimana jika ada ingatanku salah? Bagaimana jika ada bagian yang tidak Ummi ridhai dibaca oleh banyak orang?  Beribu keraguan mendatangi setiap kali akan kugerakkan jari jemariku menulis tentang Ummi. Setiap dialog yang kubuat, setiap percakapan yang kuingat, apa memang seperti ini bentuknya? Apa tidak salah satu atau dua, yang bisa jadi mengubah maksud Ummi sesungguhnya?  Terkadang pula, rasa rindu yang teramat membuatku mengetikkan hal-hal yang terlintas dalam khayalan. Ummi bermain dengan Nusaibah, Ummi tersenyum melihat Nusaibah berhasil membaca surah Al-Fatihah, Ummi menghibur Nusaibah yang sedang sedih, dan lain sebagainya. Padahal tak sekali pun mereka sempat bertemu dan tatap muka langsung tanpa perantara. Tentu saja, buru-buru kuhapus tulisan tersebut sambil menseka air mata yan...

Mertua Perempuan vs Menantu Perempuan

"Ummi sepertinya mau kembali tinggal di Makassar. Nanti tinggal sama Zainab dan suaminya saja," kata Ummi melalui pesan chat.  Pagi itu aku mendapat pesan yang sedikit mengejutkan. Setelah hampir tiga tahun tinggal di Bandung, beliau memutuskan untuk kembali tinggal di tanah kelahirannya. Dari yang semula tinggal bersama kakak sulungku dan tingal di antara saudaranya, pindah ke Makassar tempatnya berkuliah dahulu.  Bandung, kota ini memang tempat yang nyaman bagi kami tinggali, bahkan seperti kampung kedua. Keempat saudara Ummi menetap di Bandung sejak kuliah, lalu menikahi keturunan sana. Kakak sulungku pun demikian, berkuliah dan menikahi gadis asli Ciamis yang menetap di Bandung. Sedangkan Makassar adalah kampung keluarga besar lainnya. Tante, dan om Ummi yang berjumlah belasan hampir semuanya tinggal di sana. Organisasi dakwah yang Ummi geluti sejak kuliah juga berpusat di sana.  Semula aku berpikir bahwa Ummi ingin kembali dekat bersama teman-teman seperjuangan. Mera...

Tali Silaturahmi

"Mamak itu sangat menjaga silaturahminya kepada orang lain, ya. Maasyaa Allah." Aku selalu setuju dengan pendapat Ummi mengenai mertuaku. Beliau senang berkunjung dan dikunjungi kerabat. Tipe manusia supel, orang baru akan merasa nyaman berbincang dengannya. Selain mudah akrab pada orang yang baru dikenal, beliau juga sering kali menjadi tempat curhat bagi siapa pun yang mengenalnya.  Dalam hal bergaul, Ummi sering merasa belum maksimal. Berbeda dengan sang mertua, Ummi bukan tipe yang memulai percakapan pada orang yang tidak dikenal. Juga bukan tipe yang mudah berbasa-basi mengisi waktu luang. Kami juga punya kekurangan yang sama terkait bergaul : sama-sama gampang lupa nama, apalagi jika yang bersangkutan sangat jarang bertemu.  Salah satu sahabatnya kerap memberi masukan, "Setiap kali bertemu orang baru, hafalkan ciri khasnya. Lalu pasangkan bersama namanya." Setelah menjalankan tips ini, kami sedikit lebih mudah menghafalkan nama.  Walau merasa belum maksimal, b...

Kosong

Hari ini jemariku enggan menuliskan kata. Ia mengkhianati ikrarku sejak dimulainya 30DWC ini, bahwa aku akan mengenang teladan Ummi dalam hidupnya. Bahwa aku akan mengulang kembali memori-memori bersama senyuman.  Sayangnya, pada hari suamiku kerja perdana setelah kepergiannya, aku terus mengkhayal. Berkali-kali mengambil handphone dan mengetik nama kontak Ummi, mencari kolom chat yang sering kubuka ketika hanya berdua di rumah. Membuka aplikasi video call dan menatap satu per satu barisan nama. Tak ada telpon yang masuk.  Bermain bersama Nusaibah, berusaha seceria mungkin di hadapannya menjadi jalan pelarianku. Tidak, setitik air mata pun tak jatuh sejak pagi tadi. Namun ketika Nusaibah telah tidur dan rumah kembali sepi, keyboard Ummi yang sengaja kubawa dari Indonesia memanggil-manggil. Menagih hutang tulisan hari kesepuluh yang enggan kutulis sejak tadi.  Bukan rasa sedih, tetapi hampa. Hati ini terasa kosong, ingin rasanya berbincang pada siapa pun itu. Namun sungkan...

Nasehat Penuntut Ilmi

Dalam suatu percakapan video call, pembahasan yang ngalor ngidul mengantarkan kami membahas satu permasalahan yang sering dirasakan oleh para penuntut ilmu. Merasa berat dan cepat bosan ketika belajar. Penyakit para penuntut ilmu khususnya bagi seorang murid formal di suatu sekolah atau kampus yang memiliki kelas dan tugas rutin adalah merasa seluruh kegiatannya rutinitas belaka. Di antara mereka, akan ada yang merasa rutinitas tersebut beban, berangkat sekolah menjadi sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan. Sebab hadir di kelas kuliah diniatkan hanya mengisi persyaratan absensi. Akibatnya, mata pelajaran yang diajarkan tak lebih dari dongeng pengantar tidur. Masuk di telinga kanan dan keluar kembali dari telinga kiri. Bangku kelas terasa panas dan waktu berjalan sangat lambat, lonceng waktu pulang menjadi nyanyian paling merdu di telinganya. Ummi sendiri mengaku pernah melewati masa-masa tersebut. Ketika duduk di bangku kuliah, beliau merasa salah jurusan. Berbagai mata kuliah y...

Ummi Lagi Apa?

Ummi, lagi apa?  "Ummi terbangun tadi jam 2, nda bisa tidur kembali jadi akhirnya shalat lail. Mau tidur dulu sedikit sebelum subuh nah." Ummi, lagi apa?  "Ummi lagi murojaah mau nyetor hafalan sebentar habis magrib. Dina mau dengarkan? Koreksi yang salah nah." Ummi, lagi apa?  "Ummi lagi ngezoom dulu nak, dengar ceramah ust fulan. Dina ikutmi juga, bagus ini pembahasannya tentang sejarah Turki Usmani." Ummi, lagi apa?  "Ummi mau pergi dulu tarbiyah nah. Sudah hampir telat ini, ditunggu dari tadi sama ammah-ammah. Nelponnya sebentar lagi yaa." Ummi, lagi apa?  "Ummi mau isi dulu ini pengajian tajwid dan tahsin ibu-ibu. Maasyaa Allah semangat mereka mempelajari Al-Quran walau masih terbata-bata, Ummi juga jadi ikut semangat. Dina nanti sekali-kali isi juga nah di sana."  Ummi, lagi apa?  "Ummi habis nonton Youtube channel ust Fulan. Ternyata... (Menjelaskan isi ceramah yang barusan didengar)" Ummi, lagi apa?  "Ummi sebenta...

Teladanku Menuntut Ilmu

Sejak dahulu, Ummi selalu menanamkan bahwa belajar adalah kegiatan yang takkan ada akhirnya. Berapa pun usia, di mana pun tinggal, setiap muslim wajib menuntut ilmu. Khususnya ilmu agama yang menjadi petunjuk kehidupan sehari-hari. Beliau banyak mengamalkan banyak adab penuntut ilmu. Salah satu yang paling tampak adalah mulazamah terhadap seorang guru. Mulai dari tahun 1987 hingga detik-detik menjelang ajalnya, beliau tetap duduk di majelis ilmu yang sama dengan guru yang sama. Selama 35 tahun beliau bermulazamah, tanpa menutup pintu-pintu majelis ilmu lainnya. Bermulazamah terhadap seorang guru merupakan anjuran para ulama, agar ilmu yang didapatkan lebih melekat dan nasehat yang didapatkan lebih mengena. Walau telah menyelesaikan sarjananya, beliau sempat mengambil kursi kuliah lagi di Sekolah Tinggi Bahasa Arab (STIBA) Wahdah Al-Islamiyyah Makassar. Menjadi mahasiswa yang paling senior di antara kawan-kawan sekelasnya tak menghalangi prestasi belajarnya, beliau selalu menduduki ...

Ngerawat Diri, Mestikah?

Hari Senin kemarin, aku mendapat kesempatan ke salon kembali setelah hampir tiga tahun tak menginjakkan kaki di sana. Kedatanganku pada siang itu ke tempat yang mengeluarkan wangi-wangian khas mengajakku bernostalgia, berjalan-jalan menulusuri lorong waktu. Di depan pantulan diriku yang sedang dikerja oleh sang stylist, aku mengenang pertama kali kumengetahui tempat sejenis ini. Masih SMP kalau tak salah ingat, saat itu aku hanya menemani Ummi memotong rambutnya. Sering melihat salon-salon terbuka di mall, di situlah aku baru tahu kalau ada salon khusus muslimah yang tertutup dan aman bagi perempuan berhijab. Istilah-istilah salon kutanya satu per satu pada kakak penjaga salon yang sangat ramah. Crembath, facial hingga perawatan ratus tak ketinggalan satu pun. Setelah beberapa kali hanya menemani, Ummi menawariku untuk mencoba salah satu treatment. Saat itu aku telah duduk di bangku SMA. Aku memilih creambath, sepertinya seru merasakan sensasi pijat di kepala. Nyatanya, aku terus mem...

Kami Kembali

Suhu Kairo terasa dingin tatkala kaki melangkah keluar dari gedung bandara. Tulisan papan "kedatangan" berbahasa Arab terlihat tepat di depan pintu keluar. Suara obrolan berbahasa Ammiyyah terdengar di mana-mana, termasuk dari sang petugas bandara yang berusaha mengatur para penjemput agar tak mendesaki gerbang dan menghalangi para pendatang.  Kami menghampiri penjemput yang terlihat berbeda. Selain karena wajah asianya yang tak seperti kebanyakan penduduk Mesir, ia juga tak mendesaki gerbang, hanya duduk tenang di salah satu kursi yang telah disediakan. Melihat kami datang, ia segera mengambil alih trolley yang penuh barang dan mengantar ke tempat mobilnya diparkir. Setelah memastikan seluruh bawaan masuk bagasi, mobil pun meluncur ke rumah kami di Tabbah.  Rumah yang telah ditinggal pemiliknya pulang kampung selama dua bulan itu terlihat cukup bersih. Salah satu temanku ternyata sempat membersihkannya dua hari yang lalu, hanya sedikit katanya. Kebaikan yang sangat berarti, ...

Tulisan Tanpa Konsep

Sebenarnya aku sudah sangat lelah. Badan remuk karena harus menggendong anak 23 bulanku seharian. Menyelesaikan persiapan kepulangan ke tanah kelahiran putri sulungku di bumi Kinanah.  Keikutsertaanku di 30 DWC jilid 39 ini punya permulaan berat di lima hari pertama. Harus menyelesaikan 200 kata per hari dengan tema yang sama dalam keadaan bersafar. Mengadakan perjalanan antar kota kemudian menghabiskan 12 jam di atas pesawat.  Namun aku ingin tetap menuliskan tentang Ummi. Di keadaan lelah seperti ini, wejangannya selalu mengembalikan energi. Doa-doa terpilin menambah harapan, memberi kekuatan baru untuk terus maju apa pun rintangannya.  Banyak hal yang ingin kuceritakan padanya. Bahwa Nusaibah telah menghafal surah Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Bahwa Nusaibah dan sepupunya Daffa sangat akrab, tapi juga sering bertengkar. Bahwa mertuaku di Kendari senang meminum herbal seperti yang biasa Ummi lakukan.  Akhirnya aku hanya mampu bercerita di sini. Sekarang di tempat Ummi ...

Semua Milik Allah

Gambar
Pertama kali mengunjungi tempat jasad Ummi terakhir kali bersemayam di dunia ini, membuatku memutar seluruh nostalgia yang pernah terlewati. Betapa pun rindu yang kutumpuk bertahun-tahun menggunung tinggi, pelukan hangatnya tak lagi bisa kurasakan kini.  Kuburan yang masih basah, 11 hari yang lalu ia masih tertawa mendengar suara sang cucu. Membayangkan pertemuan mereka pertama kali di dunia yang ternyata ditakdirkan tak pernah terjadi, membuat linangan dari mataku terus terjun deras.  Namun akhirnya air mataku berhasil berhenti. Diingatkan oleh sebaris pertama yang tertulis di nisan Ummi.  Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.  Kami adalah milik Allah dan sesungguhnya padaNya lah kami kembali.  Tempat kembali sesungguhnya ternyata tak ada di dunia ini. Selama ruh masih diberi waktu di dunia ini, selama itulah kita tetap harus bergerak. Tak ada tempat kembali, kecuali pada Allah.  Harapan akan pertemuan di masa kembaliku ke tanah kelahiran bukanlah takdir yang...

Alasanku untuk Tak Mati

Di usia yang belum genap 17 tahun, aku pernah merasa bahwa hidup tak ada gunanya. Sepertinya kematian lebih nyaman bagiku kala itu. Seandainya bunuh diri tak memasukkan diri ke neraka, jika saja ada jaminan bahwa kehidupan setelah kematianku berakhir bahagia, aku akan dengan senang hati mengakhiri hidupku saat itu juga. Toh, walaupun teman-temanku mungkin akan kaget, keluarga juga akan berduka paling lama tiga hari, kehidupan mereka akan kembali berjalan normal. Hadirku tak begitu memberi pengaruh pada mereka, bahkan aku merasa bahwa ada dan tiadaku tak begitu berarti. Sikapku yang sering menutup diri dari kehidupan sosial akan menambah poin plus, mereka tak akan kehilangan.   Abi akan tetap menjalani hidup bersama keluarga barunya. Ia takkan lagi terbebani oleh berbagai tuntutan dari kiri kanan sebab pemenuhan kebutuhanku. Kakak-kakakku akan melanjutkan pendidikan mereka, yang memang sudah jauh dari tempat tinggalku. Aku hanya menjadi beban, ketiadaanku akan melegakan bukan?...

Sang Peniru Ulung

Masih kenal dengan Musa Laode Abu Hanafi sang hafiz cilik yang memenangi kompetisi hafiz Indonesia tahun 2014 silam? Di usianya yang belum genap 6 tahun, ia nyaris menyelesaikan hafalan Al-Qurannya. Jika ditanya tentang itu, hafiz cilik yang berasal dari Bangka ini selalu menjawab "Masih kurang satu!" Menurut hasil wawancara, ia telah menghafal sejak sangat belia. Di golden age dua tahun pertamanya, sebanyak dua juz Al-Quran berhasil dihafalkan. Lalu menyelesaikan 21 juz selanjutnya dalam rentang waktu kurang dari 2 tahun. Ketika tampil di acara TV yang mengharumkan namanya, ia telah mengumpulkan 29 juz di dada. Aku baru saja duduk di bangku SMA ketika namanya keluar sebagai juara pertama kompetisi hafiz cilik. Dalam benakku, anak ini ajaib. Semuda itu telah hafal 29 juz, sedangkan otakku yang sudah hidup 15 tahun tetap kesulitan mengumpulkan hafalan walau sekadar satu juz. Ketika menikah dan memiliki anak, banyak mencari tahu tentang parenting membuat pandanganku sedikit ...

Sudahkah Engkau Bersujud Kepada-Nya, Mensyukuri Nikmat-Nya, Anakku?

Oleh : Erna Manimbangi Perjalanan hidupmu sudah genap memasuki angka 12. 12 tahun bukanlah angka yang sedikit untuk mensyukuri segala nikmat-Nya kepadamu. Alhamdulillah, lantunkan itu sayang dalam setiap langkahmu. Jangan engkau lupakan segala pemberian-Nya kepadamu yang sungguh tak dapat dihitung walau seluruh temanmu engkau ajak untuk turut membantu, walau seluruh keluarga juga turut membantumu, bahkan walau seluruh manusia turut membantumu, tak dapat semuanya menghitung betapa banyak nikmat yang telah diberikan kepadamu sampai hari ini. Coba hitung sayang, sudah berapa liter udara-Nya yang engkau hirup secara gratis, tanpa bayar sama sekali, sejak engkau menangis untuk pertama kalinya di pagi 27 ramadhan, 27 Februari, 12 tahun yang lalu. Andai saja Allah menahannya tidak memberimu barang itu tiga menit saja, maka mungkin hidupmu tidak bertahan sampai genap 'dua belas' seperti hari ini. Ya...tiga menit saja udara tidak mengalir ke dalam paru-parumu, engkau akan kes...

Beralih ke Clodi

Salah satu alasanku menggunakan clodi adalah penghematan pengeluaran. Hitung saja, total popok sekali pakai yang dibutuhkan sang bayi setiap hari kurang lebih enam buah. 6 x 30 hari x 12 bulan bisa menyentuh angka seribu untuk setahun! Sedangkan popok clodi hanya dibeli sekali saja, dan awet hingga bertahun-tahun.  Jika alasanku menggunakan clodi sekedar menghemat biaya pospak, aku takkan mampu bertahan hingga kini. Cucian clodi yang dibiarkan menumpuk berhari-hari akan mengeluarkan bau yang amat tak sedap. Artinya, aku harus bersiap untuk mencuci setiap hari. Belum lagi kalau bayi BAB, clodi harus dibersihkan lebih lama.  Meski demikian, aku tetap memilih clodi. Mengganti popok sekali pakai menjadi cloth diapers atau popok kain yang bisa dipakai berulang kali merupakan wujud kecil kepedulianku terhadap lingkungan. Hari di mana pospak kugunakan 24 jam--misalnya karena sakit, tempat sampah akan penuh kurang dari sehari. Bahan kapas yang memiliki daya serap tinggi akan mengikat ...

Berantakan yang Disengaja

Gambar
Dua hari yang lalu, otak ini baru mampu mulai mengelola informasi dari pandangan mata tentang rumahku. Tumpukan piring kotor di wastafel, bau makanan basi bercampur air tergenang yang dikeluarkan sungguh ditolak oleh hidung. Geser sedikit, minyak bekas masakan berceceran di sekitar kompor. Kulit bawang putih dan merah serta sayur mayur yang tak sempat dibuang ikut menambah keramaiannya. Sedikit tumpahan minyak di lantai pun memberi kesan licin di kaki. Belum lagi jika sudah berjalan-jalan ke penjuru rumah. Mainan berserakan dimana-mana, pakaian bersih dan kotor yang menggunung, hingga seprai kasur yang awut-awutan. Ah, betapa berantakannya rumahku! Keadaan ini sontak membuatku mencari-cari alasan pembelaan terhadap pikiran yang mulai nyinyir. Seminggu yang lalu kan, kita sibuk mengurus berkas. Bolak-balik dari pagi hingga malam. Sibuk hadir kajian-kajian sepanjang minggu. Tak pulang kecuali telah larut. Setelah itu, kami berdua bersamaan sakit. Konsekuensi pernikahan di...

Futur(e)

Futur, hal yang tak bisa disangkal. Ia bisa menjangkiti siapa saja. Terutama bagi santri pelajar yang rutinitas sehari-harinya cenderung monoton. Jika tak diantisipasi, futur bisa mendera kapan saja dan siapa saja.  Apa itu futur? Dr Nashir al- Umar menjelaskan, " futur adalah rasa malas, menunda, lambat setelah bersemangat, tidak bergairah dalam kebaikan." (Al futur , maddzohir asbab ilaj, Hal. 22, disadur dari tulisan republika). Orang yang sedang futur akan merasa sangat malas melakukan ibadah.  Hal ini termasuk lumrah dan wajar. Sebab telah disebutkan bahwa iman itu naik dan turun. Naik ketika melakukan ketaatan dan turun ketika melakukan kemaksiatan. Ketika iman turun sangat drastis, di situlah futur terjadi.  Di Arraayah sendiri, fenomena ini sering muncul. Santri yang tadinya begitu bersemangat melakukan seluruh agenda dan rutinitas tiba-tiba izin berhari-hari. Sajadahnya tak lagi berada di saf-saf awal, bahkan cenderung lebih sering terlambat. Ia lebih sering be...