Insyaa Allah Mantap!
Tanggal 4 September 2019, hari di mana aku terlahir dalam status yang baru. Hari terakhir bantahku pada Ummi dan Abi tercatat dosa. Hari di mana patuhku pada mereka selesai, berpindah pada titah sang suami.
Pertama kali kuutarakan niat seseorang ingin mengkhitbahku, Ummi menyambut penuh semangat. Bertanya mengenai asal, watak dan yang terpenting agama yang dianut, sepenting apa ia bagi hidupnya. Walau biodata yang diberikan cukup mentereng dengan hafalan 30 juz beserta sepak terjangnya dalam hifzil Quran, Ummi tak langsung mengiyakan begitu saja.
Bagi Ummi, hal terpenting dalam kehidupan rumah tangga adalah tauhid, bagaimana ia mengeesakan Allah. Kemudian watak perilaku, terutama ketika marah sedang menguasai diri. Kami mencari tahu sedetail-detailnya sikap sang calon dari teman-teman sekitar yang banyak muamalah dengannya.
Tatkala orang pertama mundur, semangatku untuk menikah kendur jauh. Ingin fokus studi saja sampai selesai lalu memikirkan nikah. Namun Ummi berpendapat lain, beliau tetap akan menerima siapa pun yang mengajukan ta'aruf padaku. Apalagi keadaanku di tanah rantau dan tak punya sosok laki-laki yang bisa kuandalkan sepenuhnya, menambah inisatif Ummi menemukan jodoh untukku.
"Namanya juga ta'aruf, pasti bisa mundur kalau tidak ada kecocokan. Kalau sudah menikah baru mau mundur, itu yang bahaya. Ini kan masih ta'aruf, pengalaman pertama lagi," ujar Ummi saat kusampaikan keenggananku menjalankan ta'aruf selama masih di Mesir.
"Jangan berkecil hati karena ia mundur. Apapun alasannya, bukan berarti Dina tidak pantas, bukan pula karena Dina tidak cantik. Ketika orang yang tepat tiba, Dina akan menjadi orang yang paling baik dan paling cantik di matanya." Perkataan Ummi membuatku cengengesan, ketahuan minder di kala pertama mencoba.
Orang kedua mengajukan, aku yang belum antusias menerima kedatangannya melempar seluruh keputusan pada Ummi. Pada akhirnya, yang kali ini gagal juga. Ada ketidakcocokan yang beliau nilai di antara kami. Tentu aku manut-manut saja, karena aku yakin bahwa orang yang paling tahu tentang diriku adalah orang yang telah mendidikku sejak lahir.
Setelah dua kali gagal, beliau masih sering membahas hal-hal mengenai pernikahan. Aku menampakkan ketidak tertarikan, tapi sepertinya beliau tahu kegundahan hatiku saat itu. Keinginan yang kadang muncul, tetapi rasa khawatir dan takut dalam diri menghalang. Tak jarang kami membahas tentang proses ta'aruf beliau sendiri, yang selalu dikenang indah meski kandas di tengah jalan.
Satu pertanyaan lolos dari kolom chatku, membuat Ummi mengetik sangat lama. "Kenapa Ummi menerima ta'aruf Abi?"
Sayangnya HP yang kugunakan saat itu sudah rusak, semua chat kami yang berharga hilang. Namun aku masih ingat samar-samar jawaban Ummi kala itu.
Ummi memilih untuk menikah kala itu, karena Abi termasuk orang yang shalih di mata Ummi. Setelah hijrah, Abi rela melepas status pacaran dan betul-betul menjaga diri. Bahkan meminta untuk dicarikan calon oleh teman seangkatan yang juga Ummi kenal. Shalatnya juga rajin, dan hal yang tak pernah berubah darinya adalah senang sekali berbagi pada orang lain, terutama anak-anak.
Semua orang bisa berubah, bahkan diri kita sendiri juga tak bisa diprediksi perubahannya. Karena itu Rasulullah menganjurkan ummatnya terus berdoa agar jiwa-jiwa kita terus terpaut oleh iman. Sebab hati mudah sekali terbolak-balik. Oleh karena itu dinamakan qolbun, sesuatu yang mudah goyah.
Setelah mengalami dua kali kegagalan ta'aruf, orang ketiga ternyata ditakdirkan menjadi jodohku. Waktu yang sangat singkat dan segala hal terasa dipermudah, menjadi pemantap kaki untuk melangkah lebih jauh. Tentu rasa was-was, khawatir akan masa depan tetap ada, tetapi aku dan Ummi berusaha yakin pada takdir-Nya. Berikhtiar semaksimal mungkin mencari tahu tentang sang calon sedetail mungkin, lalu bertawakkal. Meminta kemantapan hati pada Dzat yang memegang kendali hati para hamba-Nya.
Hari ini, tiga tahun telah berlalu. Walau telah kupersiapkan kalimat-kalimat romantis, ternyata ia tak mampu keluar sepatah kata pun. Bayangku hanya dipenuhi olehnya, oleh setiap kalimat yang ia katakan saat itu.
"Kalau Ummi sih, insyaa Allah mantap!"
Komentar
Posting Komentar