Nasehat Penuntut Ilmi
Dalam suatu percakapan video call, pembahasan yang ngalor ngidul mengantarkan kami membahas satu permasalahan yang sering dirasakan oleh para penuntut ilmu. Merasa berat dan cepat bosan ketika belajar.
Penyakit para penuntut ilmu khususnya bagi seorang murid formal di suatu sekolah atau kampus yang memiliki kelas dan tugas rutin adalah merasa seluruh kegiatannya rutinitas belaka. Di antara mereka, akan ada yang merasa rutinitas tersebut beban, berangkat sekolah menjadi sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan. Sebab hadir di kelas kuliah diniatkan hanya mengisi persyaratan absensi.
Akibatnya, mata pelajaran yang diajarkan tak lebih dari dongeng pengantar tidur. Masuk di telinga kanan dan keluar kembali dari telinga kiri. Bangku kelas terasa panas dan waktu berjalan sangat lambat, lonceng waktu pulang menjadi nyanyian paling merdu di telinganya.
Ummi sendiri mengaku pernah melewati masa-masa tersebut. Ketika duduk di bangku kuliah, beliau merasa salah jurusan. Berbagai mata kuliah yang diajarkan tak membuatnya tertarik, alhasil beliau lebih senang membolos dan menyelesaikan amanah BEM dan organisasi kampus lainnya.
"Jangan ditiru ya, itu bukan perbuatan yang baik." Ummi buru-buru memotong pembicaraan, aku tertawa mendengarnya.
Selama masa kuliah pada saat itu, Ummi tak punya motivasi yang kuat selain lulus memperoleh gelar dan membanggakan orang tua. Pernikahan di tahun terakhir memperlambat laju kelulusan. Beliau akhirnya berhasil memperoleh ijazah pada tahun yang sama ketika surat ancaman drop out dikirimkan.
"Ketika ujian akhir, Ummi lagi hamil besar loh. Alhamdulillah lulus aja," kata Ummi mengenang masa lalunya.
Ummi menyadari bahwa menuntut ilmu adalah suatu kebutuhan mendasar bagi setiap manusia. Apa pun itu, terutama ilmu agama yang terus dipakai dalam setiap detik kehidupan. Padanya pedoman dan petunjuk atas apa yang seharusnya manusia lakukan dan tidak lakukan.
"Maka ketika menuntut ilmu, apa pun itu, siapkan jawaban atas pertanyaan besar. WHY? Mengapa belajar ini? Apa manfaatnya? Bagaimana ia akan berdampak pada kehidupan pribadi dan orang sekitar? Ketika kita memegang jawaban ini erat-erat, rintangan sebesar apa pun akan terasa ringan. Hati berbunga-bunga setiap kali ilmu bertambah."
Beliau memutuskan ikut perkuliahan lagi di usia kepala empat. Mendaftarkan diri pada jenjang sarjana, kali ini dalam keadaan sadar penuh akan tanggung jawab. Hambatan yang dihadapi tentu jauh lebih besar ketika memiliki tiga anak yang juga punya hak atas dirinya. Bahkan beliau juga harus mencari pundi-pundi rezeki karena tertuntut keadaan.
Walau tak sampai selesai, begitu banyak yang berhasil beliau kumpulkan dari sana. Selain mampu memahami bahkan mengobrol sedikit-sedikit dalam bahasa Arab, beliau juga menyelesaikan enam juz hafalan Al-Quran. Selama perkuliahan, beliau selalu menduduki peringkat tiga besar. Aku terkadang ikut dibawa ke sana, menunggu di kantin sambil membelanjakan sedikit-sedikit uang saku yang diberikan.
"Niatkan untuk mencapai ridha Allah, dan selalu perbarui niat itu. Karena apa-apa yang diniatkan untuk mencapai ridha Allah akan dibantu."
Komentar
Posting Komentar