Maaf, Naskahku Jadi Beban
Info tentang buku solo perdanaku diposting, sejumlah kawan dan kerabat mengucapkan selamat dan turut mendoakan kelancaran "lahiran" pertamaku. Sesuatu yang pertama selalu istimewa, tetapi biasanya juga mengandung banyak kekeliruan yang harus diperbaiki di masa depan.
Salah satu kesalahan yang kuperbuat diingatkan oleh pertanyaan dari beberapa kenalanku. Bagaiamana alur menerbitkan buku? Ketika kujelaskan, lebih dari satu orang memberi jenis respon yang sama, "Saya juga mau menerbitkan buku, tapi saya insecure. Saya malu ketika tulisanku dibaca orang lain."
Ketika mendengar pertanyaan ini pertama kali, ingin sekali kuteriakkan jawaban di wajah mereka, "Aku juga sebenarnya punya perasaan yang sama!"
Ya, aku malu. Sejak naskah mentah buku ini telah rampung, aku terus memelihara perasaan ini. Tatkala sang naskah meminta beberapa "pembaca pertama" agar ia bisa diedit lebih baik, aku masih berkutat dengan perasaan tersebut. Bahkan sepertinya secara tak sadar membuat salah satu calon "pembaca pertamaku" kesal.
Tatkala menagih ulasan yang kuminta tempo hari, rasa tak enak hati membuatku mengeluarkan sebuah kalimat, "Maaf kalau naskahku jadi beban".
Hingga hari ini, dia tak pernah membalas chatku itu. Perasaan insecure, perasaan tak berguna dan merasa diri sebagai beban membuatku mengeluarkan kalimat tersebut. Namum ketika kubaca kembali, konteks kalimat yang kukirimkan bisa jadi membuat sang penerima pesan mengartikan lain. Atau ia menangkap rasa insecure itu dan merasa muak, karena mendengar keluhan itu berkali-kali keluar dari ketikan jari. Aku pun tak tahu harus bagaimana. Apa harus meminta maaf atau menganggapnya telah lalu dan mulai membangun komunikasi yang hampir putus?
Rasanya sangat menyesal melontarkan kalimat itu. Merasa bersalah, bukan hanya terhadap orang yang bersangkutan, tapi juga terhadap diri sendiri. Bagaimana mungkin aku terus memelihara perasaan bahwa aku dan apa yang kuhasilkan adalah beban bagi semesta? Padahal sebagai manusia, sebagai salah satu ciptaan Allah yang terbaik, sebagai hamba yang diamanahkan sebagai khalifah di muka bumi ini, Allah tak mungkin menjadikan hamba-Nya sebagai suatu yang sia-sia. Bahkan lalat yang kecil dan sering dianggap hina pun punya manfaatnya sendiri.
Nasehat Ummi yang telah lampau berbisik di telingaku.
Manusia adalah khalifah di muka bumi ini. Maka bergeraklah. Berkaryalah. Tebarkan kebaikan. Kemudian coba rasakan bahwa setiap kata yang keluar, jika diniatkan untuk kebaikan, maka ia seakan mengalir lancar dan deras. Lidah kita akan dituntun. Jangan merasa rendah, jangan merasa tak mampu, karena sesungguhnya Allah akan memampukan. Kita sendiri sebenarnya tak punya kuasa sedikit pun jika bukan Allah yang memberi kuasa.
Tugas kita adalah wasilah, dan penyambung kebaikan sebagaimana para rasul-Nya diutus dahulu. Maka laksanakan saja tugas dari-Nya, lalu bertawakkal.
Komentar
Posting Komentar