Ngerawat Diri, Mestikah?

Hari Senin kemarin, aku mendapat kesempatan ke salon kembali setelah hampir tiga tahun tak menginjakkan kaki di sana. Kedatanganku pada siang itu ke tempat yang mengeluarkan wangi-wangian khas mengajakku bernostalgia, berjalan-jalan menulusuri lorong waktu.

Di depan pantulan diriku yang sedang dikerja oleh sang stylist, aku mengenang pertama kali kumengetahui tempat sejenis ini. Masih SMP kalau tak salah ingat, saat itu aku hanya menemani Ummi memotong rambutnya. Sering melihat salon-salon terbuka di mall, di situlah aku baru tahu kalau ada salon khusus muslimah yang tertutup dan aman bagi perempuan berhijab. Istilah-istilah salon kutanya satu per satu pada kakak penjaga salon yang sangat ramah. Crembath, facial hingga perawatan ratus tak ketinggalan satu pun.

Setelah beberapa kali hanya menemani, Ummi menawariku untuk mencoba salah satu treatment. Saat itu aku telah duduk di bangku SMA. Aku memilih creambath, sepertinya seru merasakan sensasi pijat di kepala. Nyatanya, aku terus meminta agar kekuatan pijitannya dikurangi. Belum terbiasa, orang-orang dewasa di sana hanya tertawa memaklumi.

Namun aku ketagihan! Setiap kali Ummi ke sana, aku selalu ikut dan meminta treatment yang sama. Tak sering juga sih, dalam setahun mungkin hanya beberapa kali saja. Tergantung kondisi keuangan saat itu.

Rasa penasaran membuatku bertanya dalam hati. Apa melakukan hal ini bermanfaat? Apakah membuahkan pahala? Sepertinya kita hanya memanjakan diri sendiri, membuang-buang uang pada hal yang tak perlu.

Dalam salah satu kesempatan, walau pertanyaanku tak pernah kulontarkan, ia terjawab oleh Ummi.

"Dina tahu nda? Setiap kali kita treatment seperti ini, kita bisa dapat pahala loh."

"Oiya? Bagaimana caranya, Ummi?"

"Allah memerintahkan untuk menjaga dan merawat tubuh yang telah dianugerahkan pada kita. Salah satu caranya, ya dengan melakukan perawatan." Aku mendengarkan seksama. "Selain itu, kalau nanti Dina sudah punya suami, Allah juga memerintahkan untuk menyenangkan hati pasangan. Kalau rambut rapi, dan badan wangi, tentu membahagiakan bukan?"

"Jadi kita harus niatkan untuk itu ya, Ummi?"

"Iya, jadi meniatkan untuk merawat tubuh dan menyenangkan hati suami, tentunya tak boleh berlebihan juga," jawabnya sambil memperbaiki posisi duduk. "Dan setiap kali kita melakukan apa pun, coba tanya pada diri sendiri. Adakah niat yang mengantarkan kita pada ridha Allah? Kalau sudah dicari dan ternyata tidak ada, tinggalkan pekerjaan itu. Karena hal itu sia-sia dan bisa jadi malah termasuk maksiat." Aku hanya manggut-manggut mendengarkan.

Aku seperti bisa mendengar seluruh memori tentangnya. Selalu merasakan rindu, tapi terus berusaha agar mengenangnya dalam senyuman. Mengulang kembali setiap kata-katanya, mengulang kembali detail teladannya, bersama seluruh kenangan kami di salon yang bisa dihitung jari. Dan di mana pun tempatku berpijak.

 #30DWCJilid39

#Day7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh