Boneka Pembangkit Semangat
Teman-temanku duduk berbaris sesuai arahan Ummi. Yang paling besar, berusia 150 tahun. Sedangkan yang paling kecil masih berusia dua tahun. Di ujung sana, kakakku yang terpaut dua tahun denganku duduk mengawasi. Masing-masing mendapat jatah buku tulis serta pensil yang sudah runcing. Sambil menatap papan tulis yang berisi coretan tangan Ummi, kami serius menyalin setiap yang diajarkan. Kadang kala, salah satu dari kami mengangkat tangan, bertanya tentang hal yang tidak dimengerti.
Begitulah bayanganku kala itu. Belajar bersama boneka adalah metode yang Ummi terapkan dalam kegiatan homeschooling kami. Begitu senangnya kami bermain boneka, hingga imajinasi yang tercipta kadang melampaui akal orang dewasa. Hal ini dimanfaatkan dengan baik, setiap hari Ummi mengadakan kelas yang mengikutsertakan seluruh boneka, tanpa terkecuali.
Aku dan kakakku selalu bertugas memberi "ruh" pada boneka-boneka tersebut. Mereka seakan-akan hidup, tertawa dan ikut belajar bersama kami. Tangan-tangan mereka kami gerakkan, menulis di buku tulis masing-masing. Juga menjawab setiap kuis yang Ummi lontarkan, tergantung giliran. Alhasil, kami bisa menulis hal yang sama berkali-kali dalam sehari. Juga menjawab banyak pertanyaan tanpa terbebani. Kiat Ummi sepertinya sangat berhasil bagi kami. Mengulang-ulang seperti itu membuat pelajaran lekat lebih cepat.
Kerap dikisahkan pada kami, boneka kami yang begitu banyak bisa memenuhi satu sofa berukuran sedang jika tersusun rapi. Namun boneka-boneka itu lebih sering berhamburan, bisa bertahan tersusun beberapa menit saja setelah dibereskan. Berbagai cerita yang kami karang-karang sendiri selalu menerbitkan senyuman Ummi, beliau pun ikut serta mengalirkan imajinasi kami. Mengikuti alur yang kami buat.
Selain belajar menulis dan berhitung menggunakan boneka, Ummi juga memberi kami kelas hafalan. Kali ini tanpa melibatkan para boneka, tetapi kami saling menyetorkan hafalan satu sama lain. Aku dan kakakku menyetor pada Ummi, dan Ummi menyetor pada kami. Katanya, aku sering bersikap sok dewasa, mendengar hafalan Ummi hingga setengah halaman padahal pelajaran iqro pun belum selesai.
Seluruh imajinasi dan kegiatan belajar kami, kutulis secara rutin dalam sebuah diary khusus. Walau tulisan cakar ayam itu kadang miring ke atas dan ke bawah, catatan tersebut yang selalu membuatku kembali mengingat masa-masa lalu. Bahwa aku dan kakakku sangat menikmati duduk dan belajar bersama para boneka. Bahwa Ummi begitu telaten dan sabar mengajari kami satu per satu.
Hari ini, sambil menemani putri sulungku belajar di sebuah kuttab yang didirikan oleh tetangga, otakku bernostalgia ke masa lalu. Tetap saja satu kata yang akhirnya mendeskripsikan perasaanku kini. Rindu. Teramat sangat.
Komentar
Posting Komentar