Ilmu Sebelum Ilmu
Pelajaran apa yang paling penting bagi manusia?
Kata para ulama, pelajaran tauhid. Bagaimana mengeesakan Allah dengan cara-cara yang sesuai keagungan-Nya. Beribadah, menyembah Allah berdasarkan tuntunan yang disyariatkan pada hamba-Nya. Tidak menyekutukan atau menjadikan makhluk lain sebagai tandingan-Nya.
Mempelajari hal ini menjadi pondasi penting bagi penuntut ilmu sebelum melangkah lebih jauh kepada ilmu-ilmu lainnya. Sebagaimana yang Rasulullah perintahkan pada Mu'adz bin Jabal tatkala mengutusnya ke Yaman,
"Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Jika engkau menemui mereka, maka ajaklah mereka untuk menyaksikan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima kali sehari semalam. Bila mereka mematuhimu dalam hal tersebut maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka atas zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang miskin mereka. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, maka jangan sekali-kali engkau mengambil harta mereka yang paling baik. Berhati-hatilah menyangkut doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah,"
Begitulah urutan yang baginda nabi jelaskan pada sang sahabat, mendidik penduduk Yaman agar mengeesakan Allah dan mempercayai Muhammad sebagai Rasulullah, sebagai utusan Allah. Setelah itu, barulah kewajiban-kewajiban pokok setiap muslim seperti sholat, puasa dan zakat diajarkan.
Sejak kecil, Ummi selalu menyelipkan pesan-pesan tauhid dalam setiap helaan nafas. Beliau menghibur kesedihan kami karena kehilangan boneka atau mainan kesayangan sembari mengenalkan Allah, bahwa milik-Nya lah segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Maka jangan terlalu bersedih jika tiba masa barang tersebut diambil dari tangan-tangan kita, toh manusia sejatinya tidak memiliki apa pun di dunia ini. Semua hanya titipan, yang sewaktu-waktu bisa diambil. Tugas kita adalah menjaga amanah titipan ini sebaik mungkin, agar kelak bisa dipertanggung jawabkan.
Mengajarkan cara bersyukur juga menjadi rutinitas Ummi setiap hari. Mengambil selembar kertas, lalu mengingat-ingat rezeki apa yang telah kami dapatkan pada hari itu? Aku dan kakakku berebutan menjawab, mencoba mendikte apa saja yang terlewat di pikiran. Walau akhir dari "permainan" ini tak pernah berujung.
Menerka seluruh kenikmatan yang diberikan sejak bangun tidur hingga tidur kembali, bisakah kita menghitungnya? Meski menggunakan seluruh pena dan kertas di dunia ini, manusia takkan pernah sanggup mengumpulkan pemberian yang telah Allah anugerahkan. Itulah kesimpulan yang selalu beliau nasehatkan berulang kali.
Setiap menemani Ummi mengisi kajian di beberapa tempat, materi perdana yang dibawakan juga tak pernah jauh dari tauhid. Bagaimana Allah selalu hadir dalam kehidupan, memberi rezeki yang cukup untuk hamba-Nya dan akan terus membantu terutama bagi mereka yang senang membantu sesama. Katanya, menanamkan pondasi seperti ini membuat pelajaran selanjutnya lebih mudah masuk dan diikuti di tengah gempuran fitnah akhir zaman. Tata cara berwudhu dan sholat yang benar sesuai tuntunan akan dipraktikkan tanpa beban oleh orang-orang awam yang di dadanya telah tertanam pondasi tauhid.
Cara-cara belajar yang sederhana perlahan menumbuhkan rasa mahabbah di dada, kecintaan pada Rabb penguasa langit dan bumi. Kebutuhan untuk memerdekakan diri dari kebodohan meningkat seiring bertambahnya keinginan untuk tak berhenti memperbaiki diri. Meski sering tersandung dalam dosa, pesan hikmah dari beliau bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Pengampun terngiang. Sangat menghibur diri agar tak terpuruk begitu lama dan bersegera bertaubat lalu melanjutkan amal-amal kebaikan.
Semoga setiap ilmu yang telah ditanamkan olehnya bisa tumbuh subur dalam dada para pendengar, dan menjadikannya amal jariyah yang tak terputus.
Komentar
Posting Komentar