Negeri Sakura vs Negeri Dua Nil
Tidak semua orang mendapat kesempatan melangkahkan kaki ke luar kampung halaman, menapak jauh melewati batas negara kelahiran. Apalagi hingga tinggal menetap di beberapa negara sekaligus, hanya segelintir manusia yang mendapat rezeki seperti ini. Banyak poin yang menjadi hambatan, tak cocok pada lingkungan tempat tinggal hingga finansial yang tak cukup kokoh menanggung akomodasi.
Dalam list impiannya, Ummi pernah memasukkan hal ini. Tinggal di luar negeri dan menyaksikan ragam perbedaan sosial budaya, minimal menginjakkan kaki sebentar dalam rangka liburan. Sebagai bentuk ikhtiarnya, Ummi pernah mengikuti program pertukaran pelajar ketika duduk di bangku sekolah menengah, yang ditakdirkan belum berhasil. Setiap menceritakan hal ini, beliau tak bisa menyembunyikan wajah berseri sekaligus malu. Mungkin mengingat masa muda yang selalu tertantang melakukan apapun, atau mungkin juga karena ada kepingan masa "jahiliyah" yang tersimpan di sana.
Allah mengabulkan doa impiannya dalam bentuk yang tidak disangka, tatkala beliau telah memprioritaskan tujuan lain. Menikah dengan seorang pria pelajar di Jepang yang punya hobi travelling ke berbagai negara menjadi jalan beliau menginjakkan kaki di berbagai benua. Walau setelah menikah Abi menahan intensitas hobi tersebut dengan alasan menjaga finansial keluarga, Ummi tetap berkesempatan menginjak beberapa negara. Dua negara yang paling lama ditinggali oleh Ummi adalah Sudan dan Jepang.
Bagi Ummi, Sudan dan Jepang adalah dua negara yang sangat bertolak belakang. Selain warna kulit dan bentuk fisik, kebiasaan-kebiasaan yang ada di dua negara ini jelas jauh berbeda, bagai langit dan bumi. Tinggal mendampingi Abi di kedua negara ini membuat Ummi bisa membandingkan lebih objektif, karena mereka tinggal di sana dengan alasan yang sama. Melanjutkan studi, walau jurusan yang diambil tentu beda.
Sudan menjadi salah satu negara miskin yang terletak di benua Afrika. Di sana, Ummi belajar hidup papa, berusaha merasa cukup atas rezeki yang didapatkan hari itu. Air yang sering terputus hingga harus membeli dirigen dari penjual gerobak untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, hingga musim panas yang menyengat harus dilewati penuh kesabaran. Menjalani kehamilan, kelahiran dan kehilangan bayi di sana membuat negara ini menyisakan tempat yang cukup besar di hatinya.
Sedangkan Jepang adalah negara minimalis yang mayoritas penduduknya nonmuslim, bahkan atheis. Rumah yang ditempati selalu berukuran minimalis, berupa lorong yang menghubungkan antar satu ruangan ke ruangan lain. Beliau wajib rajin masak setiap hari dengan menu yang terbatas, sebab makanan halal tak selalu mudah didapatkan. Jika ingin panganan daging, Abi harus memesan jauh-jauh hari dari toko muslim Jepang yang terletak di kota yang berbeda. Bumbu yang tersedia pun hanya itu-itu saja, tak ada rempah melimpah seperti yang bisa didapatkan di Indonesia.
Ummi kerap membandingkan kehidupan selama tinggal di negeri sakura dan di negeri dua nil. Begitu banyak kata yang tertuang rapi pada blog pribadinya tentang pengalaman menjelajahi dua benua, yang sayangnya telah hilang. Hanya dua tulisan yang selamat, itu pun tak begitu terkait pada Sudan dan Jepang. Aku berusaha mengumpulkan kepingan memori cerita beliau tentang perbandingan dua negara tersebut, yang semoga tak melenceng dari apa yang pernah beliau ucapkan.
Hal yang kusimpulkan setiap selesai mendengar Ummi bercerita tentang kedua negara tersebut ialah pengalaman adalah guru yang berharga. Alih-alih menyesali perjalanan hidup yang berat, jadikan ia pelajaran untuk masa depan. Langkahkan kaki lebar-lebar melihat dunia dan kumpulkan pengalaman, niscaya mata akan terbuka dan kamu akan berterima kasih pada guru yang tak berfisik ini.
Aku pernah iseng bertanya pada Ummi, jika diberi kesempatan untuk tinggal di kedua negara ini sekali lagi, apa Ummi akan mengambilnya? Ummi tertawa dan menjawab, kalau untuk liburan beberapa waktu, beliau akan senang hati menerima. Namun jika harus menetap lebih setahun, tetap lebih enak tinggal di negara sendiri.
Kini setelah menjalani sendiri, aku mengerti. Ya, bagaimana pun enaknya tinggal di negeri orang, tetap lebih nyaman berada di tanah kelahiran. Terserah pendapat orang lain, kali ini pun aku setuju pendapat Ummi.
Komentar
Posting Komentar