Mari Saling Mengerti
Hari ini, hari pertama ujian suami. Lalu, rentetan ujian kami berdua akan berlangsung silih berganti dalam beberapa hari ke depan selama sebulan. Di termin ini, aku mendapat jadwal pada hari Rabu dan Sabtu. Jadwal suami, selain bertabrakan di hari Rabu, ia mendapat jadwal di hari Ahad.
Setiap musim ujian dimulai sejak Nusaibah masih di dalam kandungan, tak bisa dipungkiri bahwa level pengendalian emosi kami menurun. Terutama jika hari itu ada jadwal. Suami akan rusuh sejak pagi, sedangkan aku sebaliknya. Ingin tidur saja hingga tiba waktu harus berangkat.
Setiap tahun selalu punya tantangan sendiri. Namun, kami berusaha mengatasinya dengan cara masing-masing. Salah satunya, pembagian tugas rumah. Telah menjadi peraturan tak tertulis, selama ujian, kami berdua akan memaklumkan rumah berantakan dan pakaian yang tidak dilipat berhari-hari. Pembagian tugas juga tegak dengan sendirinya, sesuai kemampuan masing-masing.
Bagian masak, suami yang memegang kendali hampir setiap hari. Beliau mencintai pekerjaan tersebut. Pada awalnya, aku selalu gemas melihatnya mengotak-atik dapur pada musim ujian, membuat sekadar cireng atau bakwan dalam waktu yang cukup lama. Masih banyak materi yang harus diulang dan dihafalkan. Namun, setelah hampir empat tahun menikah, aku mulai mengerti. Selain karena hobi, memasak juga cara beliau menghilangkan stress setelah belajar seharian.
Sementara itu, urusan Nusaibah lebih banyak aku yang pegang. Menangani Nusaibah yang tantrum, dan juga masalah-masalah kecil sehari-hari juga harus ditangani sebaik mungkin. Berkali-kali kutanamkan dalam pikiran, bahwa anakku tetap berhak mendapat perhatian meski kami harus kuliah dan melewati ujian penentu kelulusan. Kebutuhan fisik dan mentalnya tetap harus dipenuhi, sebab itulah kewajiban kami sebagai orang tua. Di balik itu, Nusaibah selalu menjadi hiburan yang paling menarik pada masa-masa seperti ini. Tawanya yang lebar kerap menular, melenturkan otot muka dan otak yang tegang sejak pagi.
Urusan rumah tangga dicicil sebisanya, tanpa harus menunggu satu sama lain. Mencuci piring dan panci ketika cuci tangan, melipat satu - tiga helai baju saat akan mengambil pakaian, juga mengisi mesin cuci dengan pakaian kotor disambi mendengarkan materi pembelajaran, kami lakukan bergantian. Kadang jika satu pekerjaan tertinggal cukup lama, kode-kodean dan sikut-sikutan jadi hal yang kami lakukan. Pada akhirnya, pekerjaan itu biasa kami lakukan bersama.
Menjadi mahasiswa yang sekaligus mengemban peran sebagai ibu dan istri, juga bapak dan suami, kami harus banyak-banyak legowo. Mungkin satu dua kali lepas kendali karena terlampau lelah. Mungkin satu dua kali saling diam karena butuh waktu sendiri. Namun, bagaimanapun caranya, hari demi hari akan terlewati. Kami harus terus belajar untuk saling mengerti kebutuhan satu sama lain. Apa waktu-waktu seperti ini akan mendewasakan kami, atau tidak?
Semoga Allah selalu memudahkan setiap urusan kami. Bittaufiq wannajah <3
Komentar
Posting Komentar