Dana yang Terkendala
"Hmm... Sepertinya belum cukup," kata suami pelan, ketika kembali kuutarakan keinginan untuk umroh Ramadhan. Aku hanya bisa menghela napas perlahan. Kami baru saja menghitung jumlah tabungan yang ada, juga menghitung berapa tambahan uang yang dibutuhkan untuk menutupi akomodasi jika memang akan umroh Ramadhan tahun itu.
"Akomodasi kita sekarang untuk bertiga, bukan cuma dua. Tiket pesawat dan visa Nusaibah sudah pakai tarif full orang dewasa. Ditinggal juga... Gak mungkin kan?" Suami mencoba membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. "Atau Nusaibah dititip saja?"
Buru-buru kugelengkan kepala. Kondisi tabungan saat itu sebenarnya sudah mencukupi untuk umroh satu orang, bahkan mungkin jika dimepet-mepetkan bisa untuk dua orang. Namun tak akan cukup jika harus membiaya tiga orang, terutama setelah baru saja terkuras cukup banyak untuk biaya visa kami bertiga. Visa izin tinggal bagi mahasiswa Mesir memang harus diperbarui setiap tahun. Meski telah disubsidi oleh kampus, biayanya terus naik dari tahun ke tahun, terutama dengan tambahan satu anggota, si kecil, yang juga harus punya izin tinggal. Meminta ke orang tua juga terasa sungkan, apalagi impian ini hanya keinginan kami semata, yang masih bisa dilaksanakan di lain waktu.
Namun mengambil pilihan meninggalkan Nusaibah di negeri orang--atau dipulangkan dan dititip di neneknya membuatku membayangkan banyak hal. Anak pertamaku itu belum pernah terpisah dariku lebih dari setengah hari. Dia bisa jadi akan susah tidur di malam hari, atau bahkan malas beraktivitas. Kalau pun mungkin, aku sendiri akan terus terbayang tentang keberadaannya setiap waktu. Baik dari sisiku dan sisinya, kami belum siap berpisah untuk alasan seperti ini.
"Kalau umrohnya nanti habis ujian termin dua aja, gimana? Kita ngumpulin uang dulu, lalu fokus menghadapi ujian. Setelah itu baru kita umroh," kata suami akhirnya. Setelah ujian termin dua, artinya setelah musim haji selesai. Ramadhan telah berlalu berbulan-bulan sebelumnya.
Meski lisan mengucapkan kata-kata penerimaan, hatiku tak berhenti berdoa agar harapan itu bisa terkabul tahun ini. Aku yakin Allah yang membukakan jalan jika memang Dia memanggil kami. Aku yakin ada banyak hal-hal yang tak terduga bisa terjadi di masa depan. Meniatkan impian dengan penuh kesungguhan, terutama jika ia adalah ibadah yang dinilai begitu agung, menjadi tumpuanku. Sembari berusaha menata hati agar tak kecewa, apa pun takdir Allah yang akan terjadi.
Lalu bagaimana catatan takdir Allah selanjutnya?
Lanjuuut cerita ke-3
BalasHapus