Gaji 1 M

"Jek, lu mau gak kerja cabut-cabut rumput gitu, sama sesekali sikat WC, gajinya satu milyar per tahun? Tapi..., lu harus pindah rumah, gak bisa ketemu keluarga dulu."

"Satu milyar per tahun?" Dengan bantuan kalkulator, aku menghitung jumlah gaji yang bisa didapat selama sebulan. "Ngarang lu, mana ada gaji OB sampai delapan puluh jutaan per bulan?!"

"Siapa yang bilang OB?"

"Terus apa dong?" Pertanyaan yang sia-sia, hanya dijawab senyum misterius dari kawan seperjuanganku itu.

***
Hai, namaku Jackstar. Karena sulit dieja, aku selalu memperkenalkan diri dengan nama Jek. Kegiatanku sehari-hari... nyari kerja. Nyari duit lewat cara apa pun, asal bisa biayain adek-adek makan layak dan bayarin mereka sekolah ampe selesai.

Kawan yang nawarin kerjaan gaji gak masuk akal, Michelle namanya. Iya, Michelle. Bacanya juga gitu, Micelle, dengan huruf C yang agak ditebelin.

Gak ngerti? Bebas deh, mau baca gimana juga.

Intinya, gue dan Michelle ini kawan sejak sekolah wajib jenjang pertama dimulai. Istilah kerennya, Sekolah Dasar. Pas masih sekolah, kami sering lomba siapa yang punya suara paling tinggi pas nangis setiap emak-emak pulang dari nganterin sekolah. Sering juga saling pamer dan bangga-banggaan kalau berhasil berak di celana tanpa ketahuan sampai pulang. Dia juga teman terbaik kalau gue lagi butuh partner atur siasat kelabuin guru, supaya bisa kabur ke warung mi ayam murah di belakang sekolah.

Apesnya, sampai setua ini, nasib kita gak terpisahkan. Seperti kejadian yang baru aja terjadi minggu kemarin, kita sama-sama keterima kerja di bagian OB kantoran yang lumayan gede dekat persimpangan jalan sana. Tapi belum juga seminggu, si bos tiba-tiba mecat kita berdua. Katanya mau ganti jadi cewek aja, biar bisa diajak main kalau lagi bosan. Si bos gak tahu, gue ama Michelle ini jago diajak main apa aja. Bos gak mau dengar apa-apa lagi, pengganti kita udah datang pagi-pagi. Cewek kurus dengan wajah yang dilemes-lemesin gitu, pak bos bisa main apa sama cewek model kayak begini?

Apes banget dah, mana nyari kerjaan di ibukota gini susah banget.

Balik lagi ke waktu sekarang. Jadi Michelle ngajakin gue ketemuan sore-sore. Tempatnya rahasia katanya, gak boleh ada yang tahu. Dia  ngirimin lokasi via chat, yang susah banget gue buka di HP yang lebih sering mati dibanding nyalanya. Pas udah berhasil kebuka, langsung pengen gue maki-maki tuh anak. Gak tahu deh apa yang ada di otaknya, masa tempat rahasianya di warung mi ayam belakang SD kita dulu. Mana pas sampai ujug-ujug disuruh ngeluarin dompet. Tapi karena rasa penasaran gue lebih tinggi, ikutin dulu deh maunya dia.

"Jadi apa lowongan kerja yang lo punya, gajinya satu em per tahun?" Mi ayam di mangkok udah habis, uang di dompet juga ikutan kosong. Informasi yang Michelle punya harus bisa ngisi dompet lagi secepatnya.

"Bukan lowongan sih, gue masih nyari tahu caranya supaya bisa dapat," bisiknya.

"Emang apaan sih?"

"Koruptor," jawabnya mantap.

"Hah, koruptor?" 

"Iya, koruptor. Kerjanya cuma cabut rumput ama sikat-sikat WC doang."

"Tunggu-tunggu, lu dengar kerjaan koruptor dari mana?" Gue mulai celingukan kanan kiri, gak ada yang denger kan?

"Dari kliennya pak bos yang gue antar minggu lalu. Dia ama temannya ngobrol di jok belakang, kedengaran ama gue. Katanya mau pindah kerja jadi koruptor aja, enak. Dapat duit milyaran di muka, entar kerjanya cabut rumput aja sama bersihin WC di Lapas Sukakaya. Dikasih makan dan tempat tinggal juga. Waktu kerjanya minimal empat tahun, maksimal dua puluh tahun. Tapi kalau kita baek dan kerjanya rajin, bisa dikurang-kurangin. Apalagi kalau punya keluarga, bisa tambah pendek lagi waktu kerjanya." Michelle ngejelasinnya gaya bener, padahal dia gak tahu pekerjaan jenis apa koruptor itu. "Enak banget kan? Yuk, jadi koruptor aja kite."

Sampai kita pulang, gue belum ngerespon tawaran Michelle buat cari cara bareng biar bisa jadi koruptor. Gimana nyadarin dia ya...

***
Akhirnya malam-malam gue mutusin chat si Michelle.

[Cel, kita gak bisa jadi koruptor. Mana bisa kita orang kecil gini jadi koruptor. Mentok-mentok jadi maling ayam, yang digebukin orang satu kampung kalau ketahuan.

Pekerjaan itu cuma buat orang yang udah biasa pakai dasi ama jas di kantor. Gak boleh terlalu miskin. Minimal lu udah punya mobil, itu pun harus punya koneksi ke orang-orang atas]

Notifikasi bunyi gak nyampe semenit kemudian, gue langsung buka HP.

[Kok orang kaya masih mau cabutin rumput ama bersihin WC sih, dia ngambil kerjaan kita dong]

Au ah. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Beberapa hari terakhir, beban yang ada pada pundak lebih terasa dibanding biasanya. Mood sering kali turun drastis, jasad jadi tak ingin melakukan apa-apa. Amanah yang diberikan   terasa mengejar-ngejar kemana pun diriku pergi. Ingin lari darinya, tapi tak bisa.  Bahkan, menulis pun terasa sangat berat. Berkali-kali, komitmen menulis yang kubangun ingin kuruntuhkan begitu saja. Padahal sudah lebih dari setengah jalan. Rasanya lelah, ingin beristirahat.  Beban-beban itu seakan-akan berbicara padaku. Sudahlah, menyerah saja. Toh, keluargamu butuh perhatianmu. Sekarang juga masa pancaroba. Suhu yang sebelumnya rendah tiba-tiba naik hingga empat puluh detajat, lalu turun lagi sesuka hati. Cuaca ekstrim di Mesir ini bisa membuatmu tumbang sakit, jadi jaga kesehatan saja dulu. Berhenti saja dulu.  Padahal baru seminggu Ramadhan menyapa.  Ah, bukan baru seminggu. Tapi telah lewat seminggu. Berapa banyak keberkahan yang telah kulewatkan, sementara waktu bergulir ta...
Baca selengkapnya

Persiapan Keberangkatan (2)

(bersambung dari tulisan sebelumnya) Untungnya, rumah kami mendapat penyewa pengganti selama sebulan. Teman kami memutuskan untuk tinggal sementara, sebab mereka tidak berencana menetap lama di Mesir. Akan sayang sekali harus menyewa flat kosong dan membeli berbagai perabotan, lalu hanya ditinggali selama sebulan. Kami, terutama aku dengan senang hati mempersilahkan mereka menempati rumah. Urusan kulkas dan karpet tak harus kukerjakan saat itu juga.  Meski demikian, tetap saja urusan bersih-bersih masih dalam tanggung jawabku. Maka dalam keadaan terkantuk-kantuk, aku berusaha menyelesaikan apa yang harus diselesaikan sambil mengira-ngira gambaran safar yang sebentar lagi kami laksanakan.  Ketika semburat pagi telah muncul, kuputuskan menghubungi salah satu teman. Minimal, ada teman yang menemani, mengajakku berbicara agar pikiranku teralihkan dari kemungkinan yang terjadi selama perjalanan sebentar. Aku juga sempat menitip agar dibelikan kudapan sarapan Mesir untuk mengganjal ...
Baca selengkapnya

Kail Pemancinh

Kail Pemancing. Kalian tahu, lidah bisa diibaratkan seperti kail pemancing. Dengannya, kita memancing kebaikan maka bertambahlah amal shalih, dan meningkatlah derajat. Atau dengannya, kita memancing keburukan. Maka lidah ini seperti kail pemancingan. Kail yang mungkin saja menangkap ikan yang besar seperti halnya amal shalih. Dan kail juga bisa saja menangkap sesuatu yang tidak berharga di lautan, seperti kodok, sampah, dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Maka, apa yang akan kamu tangkap dengan lidahmu? Sama seperti memancing ikan di lautan, kita membutuhkan petunjuk yang tepat agar sang lidah mampu menangkap hasil yang baik. Step pertama adalah perbanyak mengingat Allah. Ketika berjalan, maka gerakkan lidah untuk menyebut nama Allah. Subhanallah. Laa ilaha Illa Allah. Malaikat akan menuliskan untukmu sepuluh kebaikan, dua puluh, tiga puluh, dan seterusnya. Ketika akan beranjak untuk tidur, bacalah dzikir sebelum tidur hingga kantuk mengambil kesadaranmu. Ketika kamu duduk menunggu...
Baca selengkapnya