Mesir : Negeri Impian Tetangga (1)

Sekitar empat hari yang lalu aku dipertemukan oleh Allah dengan seorang ibu di markaz tahfiz. Sebuah pertemuan yang menambah rasa syukurku sebagai seorang muslimah yang tinggal di Indonesia.

Sebagai informasi, markaz tahfiz atau tempatku menghafalkan Al-Quran merupakan sebuah masjid dua tingkat yang menyediakan muhaffizoh atau guru yang menerima hafalan Al-Quran. Markaz ini menerima murid dari segala kalangan dan kebangsaan. Berbagai warna kulit dan bahasa bertemu di tempat ini, berusaha menautkan hati pada kalam Allah yang agung dan penuh cinta.

Kutaksir umur ibu ini kisaran 30an. Ia yang menyapaku pertama kali, merasa gemas melihat tingkah putri sulungku yang berusaha berdiri di atas tapak-tapak kecil kakinya. Kutanyakan nama dan asalnya. Seperti tebakanku ketika pertama kali melihatnya, ibu ini berasal dari negara Uzbekistan, tepatnya di daerah Bukhoro. Berasal dari daerah yang sama dengan imam Bukhori, imam hadis legendaris penulis buku Shohih Bukhori. Uzbekistan sendiri merupakan sebuah negara yang terletak sebagian di Asia dan sebagian lainnya di Eropa.

Sang ibu baru masuk markaz ini, setelah menyelesaikan kursus bahasa Arab selama setahun di salah satu lembaga kursus dekat dari sana. Berbincang sedikit lama, kutanyakan tentang Islam di negaranya. Dia memikirkan untuk pindah dari negaranya sejak sekian lama. Praktik Islam yang dibatasi dan kondisi sosial di sana menurutnya tak mendukung mereka untu mendalami agama.

Di sana, pemerintah melarang penggunaan jilbab di area sekolah. Harus mengikuti peraturan berseragam setempat, dan jilbab tak pernah diizinkan menjadi bagian darinya. Seorang muslimah mungkin bisa jadi berhijab, namun di sekolah terpaksa harus di lepas. Selain itu, tak ada pemisahan antar perempuan dan laki-laki. Semuanya boleh berbaur sesukanya, tanpa ada batasan apa pun.

Ia khawatir terhadap lingkungan anak-anak perempuannya. Ketika putri sulungnya memasuki usia sembilan tahun, dia dan suami memutuskan pindah. Hijrah ke negara yang lebih baik. Pilihannya, Turki atau Mesir. Pada akhirnya ia lebih memilih Mesir setelah mendengar keadaan Turki dari temannya yang terlebih dahulu hijrah ke sana. Di Turki sekulerismenya masih sedikit tersisa. Bukan hal yang aneh menemukan perempuan berhijab tapi merokok. Atau seorang muslimah menggunakan hotpants.

Setelah mendengar ceritanya, kubayangkan Uzbekistan adalah negara Eropa yang penduduknya adalah minoritas Islam. Negara seperti Prancis yang memandang aneh para muslim, bahkan beberapa dari mereka yang tidak mengerti menganut Islamophobia. Takut terhadap agama Islam dan pemeluknya.

Tapi kudapatkan hal yang mengejutkan setelah kuketikkan Uzbekistan di kolom pencarian google. Ternyata ia. . . 


Bersambung


#30dwc #30dwcjilid32

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh