Gedung Biru, Garis Start Kami (3)

Kata orang, mempelajari bahasa suatu negara tak bisa lepas dari mempelajari kultur negaranya juga. Terutama ketika kita belajar langsung pada orang yang mendalaminya, di negara mayoritas berbicara dengannya. Bagaimana pun dalamnya kami mempelajari bahasa Arab di tanah air, akan terasa jelas berbeda jika mempelajarinya langsung. Ada cita rasa bahasa yang tak bisa diungkapkan kecuali dengan melihat langsung. Beberapa lika-liku siroh kehidupan Rasulullah yang sebelumnya masih berupa bayang, dipahamkan padaku di sini.

Contohnya, pada penamaan kurma yang merupakan makanan sehari-hari orang Arab. Kurma yang menjadi kudapan sehari-hari di sini bukan kurma manis kering bernama tamr yang biasa kita dapatkan di Indonesia. Namun kurma yang baru saja matang dan masih basah, yang disebut rutob. Akan sulit sekali kita dapatkan tingkat kematangan kurma rutob di Indonesia, sebab buah ini cepat busuk. Dalam hadits, dianjurkan mengutamakan rutob dalam berbuka. Jika tak ada, maka kurma tamr. 

Contoh lainnya, bagaimana penggunaan qosam atau sumpah dipakai di Mesir. Ternyata kata 'wallahi' yang berarti demi Allah sangat mudah diucapkan oleh orang-orang Mesir untuk meyakinkan seseorang. Bahkan bagi yang sudah lama menetap, sudah tidak begitu percaya atas sumpah yang dilontarkan saking seringnya diucapkan. Penggunaan kata 'Wallah' atau 'Uqsim billah' bisa diterjemahkan menjadi 'saya nggak bohong' alih-alih menjadi sebuah sumpah. 

Di kelas, kami belajar kaidah bahasa Arab yang kadang dilupakan oleh orang Arabnya sendiri. Nahwu sorf yang menerangkan rambu-rambu berbahasa katanya menjadi pelajaran yang tidak disukai orang Arab asli. Diam-diam, aku bisa mengerti. Nilai pelajaran bahasa Indonesiaku saat di sekolah dulu juga tidak bagus, padahal bahasa Indonesia adalah bahasa sehari-hari yang kugunakan sejak bisa bicara. 

Bersambung... 

#30dwc #30dwcjilid32

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh