Cantik, Cacar Bintik-Bintik (1)
Semasa kecil dulu, setiap mendengar kerabat yang terkena cacar air, yang terbenak dalam pikiranku adalah aku kapan kenanya ya? Bukan berharap bencana tapi yang kuketahui penyakir cacar air hanya diderita sekali seumur hidup. Semakin tua umur seseorang, semakin parah gejalanya.
SD, SMP, SMA, hingga kuliahku yang pertama, belum juga kujumpai penyakit ini. Hingga akhirnya bersapa ketika telah merantau jauh ke negeri orang. Tak lagi di bawah perawatan ummi, tapi sudah menjadi seorang ibu.
Asal mulanya tak diketahui, tapi dugaanku Nusaibah yang terlebih dahulu terkena virus ini. Ada beberapa bentol di badannya. Tidak banyak, hanya saja jadi sedikit lebih rewel. Selain itu, tidak ada demam atau pun indikasi lainnya. Aku yang tidak punya pengalaman menangani cacar air menganggapnya bentol gigitan tungau, sebab sehari sebelumnya kami sempat tidur di kasur tua yang hanya beralaskan sarung.
Beberapa hari kemudian, tubuh terasa pegal dan mudah capek. Pusing juga menyerang tiba-tiba, membuatku menghabiskan waktu di atas kasur lebih lama dari pada biasanya. Nafsu makanku perlahan menghilang, digantikan mual dan rasa ingin muntah. Bukannya berpikir ke kemungkinan penyakit lain, aku malah meminta suami membeli alat pendeteksi kehamilan.
Hasil negatif cukup melegakan, sekaligus meresahkan. Aku ini kenapa? Sakit apa? Kenapa rasanya pusing, mual, meriang, tapi bukan demam? Aku butuh kepastian!
Dan jawaban itu tiba keesokan harinya. Lenting cacar air tumbuh di bagian punggung, menghadirkan rasa gatal yang luar biasa. Refleks, kugaruk dan kuletuskan isi air di dalamnya. Masih belum paham, kalau lenting-lenting tersebut tak boleh dipecahkan. Sebab bisa infeksi dan lebih cepat penularannya.
Bersambung...
#30dwc #30dwcjilid32
Komentar
Posting Komentar