Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2023

Mari Saling Mengerti

Hari ini, hari pertama ujian suami. Lalu, rentetan ujian kami berdua akan berlangsung silih berganti dalam beberapa hari ke depan selama sebulan. Di termin ini, aku mendapat jadwal pada hari Rabu dan Sabtu. Jadwal suami, selain bertabrakan di hari Rabu, ia mendapat jadwal di hari Ahad. Setiap musim ujian dimulai sejak Nusaibah masih di dalam kandungan, tak bisa dipungkiri bahwa level pengendalian emosi kami menurun. Terutama jika hari itu ada jadwal. Suami akan rusuh sejak pagi, sedangkan aku sebaliknya. Ingin tidur saja hingga tiba waktu harus berangkat.  Setiap tahun selalu punya tantangan sendiri. Namun, kami berusaha mengatasinya dengan cara masing-masing. Salah satunya, pembagian tugas rumah. Telah menjadi peraturan tak tertulis, selama ujian, kami berdua akan memaklumkan rumah berantakan dan pakaian yang tidak dilipat berhari-hari. Pembagian tugas juga tegak dengan sendirinya, sesuai kemampuan masing-masing.  Bagian masak, suami yang memegang kendali hampir setiap h...

Tunas Harapan

Sejak anakku hadir di dunia ini, tumbuh tunas harapan yang senantiasa kudoakan untuknya. Lalu hari demi hari berlalu, perkembangan yang terjadi menakjubkan. Seiring dengan itu, semakin banyak harapan yang bermekaran di dadaku. Aku ingin, anakku tumbuh cerdas. Aku ingin, anakku menghimpun Al-Qur'an di dadanya. Aku ingin, anakku mampu berempati dan menghargai orang lain. Aku ingin, anakku menutup aurat dengan sempurna. Aku ingin , anakku bisa menahan amarah dan mengendalikan emosi. Aku ingin, anakku tumbuh dalam keimanan dan memiliki akhlakul karimah. Banyak sekali harapan yang bermekaran tanpa bisa dicegah. Namun, mempelajari berbagai teori parenting, terutama dari teladan ulama zaman dahulu, aku baru sadar. Bahwa sebelum semua itu terjadi..., Ia butuh berkenalan terlebih dahulu pada ilmu, lalu jatuh cinta padanya. Huruf-huruf Arab hijaiyah harus jadi kawan yang baik, dan menjadikan proses menghafal menyenangkan. Sebelum menghargai orang dan berempati, ia butuh merasakan...

Bus Putih Penyelamat

Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, aku sekeluarga ditakdirkan tinggal di sebuah hotel bintang satu selama sebulan penuh di Mekkah. Meskipun jarak antara tempat tinggal dan Masjidil Harom jika ditarik lurus tak sampai enam kilometer, kami tetap selalu membutuhkan kendaraan setiap akan pergi ke sana. Memaksakan jalan kaki, kami harus melalui jalan yang berputar dan arus lalu lintas yang cukup padat. Sebelum Ramadhan tiba, harga taksi yang ditawarkan dari daerahku tinggal, Aziziyah, ke Masjidil Harom hanya lima riyal. Setara 20 ribu rupiah. Namun, padatnya pendatang di bulan Ramadhan membuat taksi menaikkan upah tarifnya berkali-kali lipat. Mendapat taksi harga sepuluh riyal per orang sudah untung, itu pun masih mengambil penumpang lain di pertengahan jalan. Taksi rasa angkot, begitu candaku pada suami setiap melihat sopir yang terus menaikkan penumpang hingga penuh.  Harus mengeluarkan anggaran sebesar dua puluh riyal untuk dua orang, atau setara delapan puluh ribu rupiah set...

Jangan Lihat ke Atas!

Pada episode umrohku kemarin, tak hanya satu kali kudapati diriku memandang iri kenikmatan orang lain. Berharap suatu hari, kenikmatan itu juga bisa kurasakan.  Memandang mereka yang bisa umroh sebulan di hotel dekat masjid, dilengkapi akomodasi yang telah difasilitasi oleh travel. Tak harus berdesak-desakan di dalam bus gratis yang tak pasti kapan datangnya. Bisa datang ke masjid sesuka hati tanpa khawatir lalu lintas ditutup akibat desakan keramaian manusia yang memenuhi jalan.  Kadang juga melihat mereka yang bisa sesuka hati membeli makanan yang diinginkan. Menikmati sajian lezat khas di sela-sela waktu ibadah. Atau membeli sajadah empuk yang bisa menambah kenyamanan tatkala harus duduk beritikaf cukup lama di masjid.  Aku luput melihat ke bawah, melihat ke bagian belakang masjid yang selalu dipenuhi manusia-manusia dengan buntelan kain besar di sampingnya. Mereka adalah orang-orang yang rela tidur di mana saja, demi bisa beribadah di tanah suci. Walau harus diusir be...

Gaji 1 M

"Jek, lu mau gak kerja cabut-cabut rumput gitu, sama sesekali sikat WC, gajinya satu milyar per tahun? Tapi..., lu harus pindah rumah, gak bisa ketemu keluarga dulu." "Satu milyar per tahun?" Dengan bantuan kalkulator, aku menghitung jumlah gaji yang bisa didapat selama sebulan. "Ngarang lu, mana ada gaji OB sampai delapan puluh jutaan per bulan?!" "Siapa yang bilang OB?" "Terus apa dong?" Pertanyaan yang sia-sia, hanya dijawab senyum misterius dari kawan seperjuanganku itu. *** Hai, namaku Jackstar. Karena sulit dieja, aku selalu memperkenalkan diri dengan nama Jek. Kegiatanku sehari-hari... nyari kerja. Nyari duit lewat cara apa pun, asal bisa biayain adek-adek makan layak dan bayarin mereka sekolah ampe selesai. Kawan yang nawarin kerjaan gaji gak masuk akal, Michelle namanya. Iya, Michelle. Bacanya juga gitu, Micelle, dengan huruf C yang agak ditebelin. Gak ngerti? Bebas deh, mau baca gimana juga. Intinya, gue dan Michelle i...

Nol Ekspektasi

Sebagaimana pengambilan keputusanku untuk menikah ketika masih kuliah, aku tahu bahwa ada hal-hal yang harus dikorbankan ketika menjalankan umroh sambil membawa anak. Ekspektasi harus dibuat serendah mungkin, bahkan jika bisa harus nol. Apa saja bisa terjadi, hak-hak anak harus diutamakan. Sebab, bukan keinginannya untuk melakukan perjalanan yang menuntut ketahanan fisik, terutama pada bulan Ramadhan.  Sebelum berangkat, aku terlanjur berekspektasi tentang satu hal, yang kusesali di kemudian hari. Membayangkan akan i'tikaf di masjid, berdiam selama mungkin di Masjidil Harom dan mengulang hafalan hingga lancar selama periodeku berada di tanah suci. Kukatakan pada diriku, tak apa walau tak di depan Ka'bah langsung. Yang penting, masih di dalam masjid dan sholat yang didirikan masih dilipatgandakan seratus ribu kali.  Ternyata, meskipun telah berusaha berekspetasi lebih rendah dari keinginan utama, aku tetep menelan kekecewaan. Keadaan masjid yang membludak, penuh oleh lautan man...

Umroh, Bisa Gak ya?

Ibadah umroh hanya untuk orang-orang tua.  Ibadah umroh hanya untuk orang kaya yang berduit.  Pernah dengar pernyataan ini? Satu dasawarsa yang lalu, pernyataan ini sering digaungkan, dan orang-orang banyak percaya. Sangat jarang anak muda, bahkan anak-anak yang menunaikan ibadah umroh. Biaya yang dibutuhkan cukup banyak, sehingga mereka yang berpenghasilan pas-pasan harus menabung ekstra untuk menunaikan impian mereka yang satu ini.  Namun, di zaman era teknologi sekarang ini, ibadah umroh terasa lebih mudah. Sosial media dan artikel kerap menawarkan tips dan trik menunaikan umroh dengan tarif yang lebih terjangkau. Bisa menggunakan jasa travel umoroh backpacker, atau sekalian melaksanakan umroh mandiri.  Perbedaan umroh travel biasa, umroh backpacker dan umroh mandiri sendiri terletak di fasilitas dan kemudahan yang didapatkan.  Jika menggunakan travel, fasilitas yang bisa dinikmati tentu sudah ditentukan sejak awal. Biaya yang ditawarkan biasanya telah termas...

Cuma Curhat

Udah setengah tidur, tapi teringat kalau belum nulis hari ini. Capek banget sebenarnya, tapi akan ada rasa bersalah pada diri sendiri yang terus bercokol kalau lagi-lagi mangkir dari komitmen menulis. Konsisten menulis sendiri aja belum bisa, masa sudah pakai 'tools' tetap mau bolong? Malu dong, sama diri sendiri.  Mari kita nulis curhatan lagi hari ini!  Apa penyebab rasa lelah yang teramat sangat sampai lupa upload tulisan? Hari ini, jadwal ujian lisan fiqh!  Setelah menjalani ujian lisan Al-Qur'an dua hari yang lalu, kali ini aku harus menghadapi ujian lisan fiqih yang cukup menguras tenaga. Tak tanggung-tanggung, empat mata kuliah akan diujikan dalam bentuk lisan pada hari yang sama. Lagi-lagi, kendalaku di pengaturan dan pembagian waktu. Padahal sudah tahun keempat melalui perjalanan kuliah sambil mengasuh si kecil, tapi perkembangan anak yang terus berubah tetap memberi tantangan sendiri setiap tahunnya.  Kalau dipikir-pikir, sebenarnya bukan karena anak sih. N...

Insyaa Allah, Ada Jalan

"Sama di tiga hari!"  Kabar dari suami sore itu sontak membuatku merasa lemas. Kegundahan karena harus menghadapi ujian terakhir kali ini tidak cukup, aku dan suami ternyata memiliki jadwal yang bertabrakan di tiga dari tujuh hari ujian tulis yang diadakan dalam waktu dekat ini. Pikiran langsung traveling ke mana-mana.  Sebagai informasi bagi yang belum tahu, sistem penilaian di fakultas keagaman di Al-Azhar sejauh ini hanya fokus di satu aspek : ujian akhir. Mahasiswa di Al-Azhar mungkin bisa tak masuk di setiap kelas perkuliahan, kami juga tak dibebankan tugas yang menumpuk atau esai yang harus dikumpul dalam periode tertentu. Bahkan tak ada skripsi dalam penentuan kelulusan. Namun, jangan harap bisa lepas dari ujian akhir. Ujian akhir merupakan satu-satunya penentu kenaikan tingkat bagi seorang mahasiswa. Kegiatan rutin ini wajib dihadiri bagaimanapun keadaannya. Tak bisa hadir? Ulang tahun depan! Karena itu, ujian tulis dan lisan yang diadakan di setiap pergantian semeste...

Pasrah

Hari demi hari berlalu, waktu keberangkatanku semakin dekat. Suami terus memberitahu kondisi terbaru yang ia dapatkan. Setelah beberapa hari pencarian, sebuah hostel berkapasitas lima orang akhirnya menjadi pilihan yang paling memungkinkan. Jaraknya mungkin cukup jauh dari Masjidil Harom, tapi masih bisa dijangkau. Harga yang ditawarkan juga masih masuk anggaran, meski tetap terasa mahal.  Namun, pertimbangan selanjutnya adalah kamar mandi yang disediakan adalah kamar mandi bersama di luar. Dari berbagai tipe kamar yang ada, kami tetap harus berbagi kamar--dan dapur dengan kamar lainnya.  "Kira-kira ada teman akhwat lain gak, yang mau ke sini lagi?" tanya suami setelah melaporkan hasil terkini.  "Sebenarnya ada beberapa yang punya rencana, tapi masih baina-baina. Masih ragu." "Sebaiknya kalau mau sewa di sini, yang nempatin kamar samping juga perempuan. Minimal suami istri jugalah." "Iya, aku juga mikir gitu. Tapi mereka masih nunggu pertimbangan suam...

Persangkaan yang Diuji

"Abi belum dapat tempat tinggal yang cocok sampai sekarang...," ucap suamiku suatu pagi. Tanggal hari itu memberitahu bahwa keberangkatanku kurang dari sepuluh hari lagi. Kabar yang datang tiba-tiba itu cukup mengejutkan, kukira penginapan yang tersedia di sana bisa mudah diakses. Suami sendiri tinggal bersama teman-temannya di sebuah flat apartemen sederhana yang berlokasi di Ajyad, sebuah tempat yang bisa dijangkau dari Masjidil Harom dengan berjalan kaki. Pada kesempatan tertentu, beliau mengajakku room tour melalui videocall . Meski harus berbagi tempat dan ruang pribadi, fasilitas yang disediakan cukup lengkap. Karena patungan, beliau membayar tak sampai sejuta rupiah untuk tinggal selama sebulan. Kukira kami akan menempati flat itu, sesuai rencana awal yang kadang dibicarakan melalui telepon. Namun, informasi yang diberikan pagi itu membuatku terhenyak. "Penginapan di sini naik berkali lipat. Bisa tiga sampai lima kali lipat. Flat di sini juga sudah naik, kalau m...

Jeda

Tulisan semacam ini hampir selalu ada di setiap perhelatan menulis berturut-turut seperti ini. Mungkin sekali setelah sepuluh hari pertama berjalan, pernah juga hingga tiga kali. Mengambil jeda, kembali membaca tulisan-tulisan yang telah ada. Berhenti, lalu merapikan pikiran tentang, "Kamu sebenarnya lagi nulis apa, sih‽" Jangankan maju untuk meningkatkan kualitas tulisan, konsisten menulis masih menjadi tantangan berat bagiku. Kepalaku bisa mendendangkan berbagai kalimat yang membuatku berhenti mengetikkan kata.  "Kamu pantas gak sih, nulis kayak gini?" "Tulisanmu dangkal banget." "Katanya mau nulis untuk menyebarkan kebaikan, kenapa malah curhat terus?" "Hati-hati riya!"  Dan kalimat-kalimat lainnya yang terus mempertanyakan banyak hal.  Sebenarnya aku lelah dengan suara-suara seperti ini. Jika terlampau lelah, kegiatan menulis bisa kutinggalkan berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Namun aku juga suka menulis, dia menjadi cara terefisi...

Semakin Dekat

"Beli stroller aja di sana. Coba cek harganya, ada yang sesuai budget gak?" Itulah respon suami setelah kuceritakan "latihan tiap sore" dan tujuanku melakukannya.  Hm, benar juga. Stroller akan sangat membantu agar aku tak harus menggendong beban tambahan 12 kg sementara harus berjalan jauh. Namun setelah keliling mengecek ke beberapa toko, rentang harga stroller untuk seumuran Nusaibah lumayan tinggi juga. Aku mencoba berkonsultasi pada beberapa orang senior, mencari rekomendasi merek dan toko yang mungkin bisa dibeli.  Tiba-tiba notifikasi pesan salah satu grup di WhatsApp berbunyi. Grup ibu-ibu yang menjadi perkumpulan para istri di Mesir itu kerap kali memberikan informasi bermanfaat seputar kondisi terkini Mesir, tips mendidik anak, hingga rekomendasi toko perlengkapan yang mungkin dibutuhkan bagi keluarga. Pada hari tertentu, grup ini juga memberikan kesempatan pada anggotanya untuk melakukan transaksi jual beli, menawarkan barang dagangan agar bisa dibeli ole...

Latihan Sore

"Yuk, kita beli tiket dan visa untuk Ummi juga Nusaibah!" Kabar gembira yang kunanti akhirnya tiba juga. Dana yang dikumpulkan telah cukup membeli dua visa umroh dan tiket pulang pergi Mesir ke Saudi. Keberangkatan kami terasa semakin dekat, aku semakin semangat mempersiapkan diri menunaikan ibadah Allah di tanah suci-Nya.  Salah satu hal yang kubiasakan sejak seminggu setelah keberangkatan suami adalah berjalan kaki bersama Nusaibah. Umroh adalah ibadah yang membutuhkan cukup banyak tenaga. Otot harus dilatih lebih sering, terutama kaki yang akan berjalan lebih banyak dari biasanya. Tawaf dan sa'i yang merupakan bagian dari rukun umroh menuntut ketahanan fisik yang mumpuni. Belum lagi jika mendapat tempat tinggal yang cukup jauh, juga kemungkinan kebutuhan akomodasi yang harus dihemat sedemikan rupa. Mula-mula aku mengajak Nusaibah berkeliling satu putaran di sekitar tempat tinggal. Pulang membawa cemilan harga recehan cukup membuat Nusaibah senang, dan ia akan senang ha...

Hari Terberat

Hari keberangkatan suami pun tiba. Jadwal pesawat yang lepas landas sebelum subuh, membuatnya harus meninggalkan rumah tengah malam. Aku dan Nusaibah hanya bisa mengantar sampai jalan raya dekat rumah, sebelum ia menaiki taksi online menuju bandara. Beberapa foto mengabadikan detik-detik LDM pertama kami.  Ketika menuju rumah, hatiku masih belum merasakan apa-apa. Masih sempat membeli sekilo stroberi untuk Nusaibah dan beberapa ikat sayur untuk masak besok. Namun sesampainya di rumah, suasana yang lengang cukup menghilangkan keinginan untuk tidur. Ditambah Nusaibah yang bertanya akan abinya berulang-ulang, meskipun aku juga telah menjawabnya berkali-kali.  "Abi ke mana?" tanya Nusaibah ke sekian kalinya. "Abi mau ke Ka'bah. Naik pesawat, wuuss." "Nusaibah juga mau ke Ka'bah." "Kita berdoa ya, semoga Allah panggil kita juga ke Ka'bah." Aku lalu mendiktekan doa yang bisa ia ikut. "Ya Allah, Nusaibah mau ke Ka'bah Ya Allah......

Pisah?

"Bagaimana jika kita pisah aja?" celetuk suami. Sontak, aku memandangnya lama.  Pisah dulu, alias LDM dulu. Pilihan ini juga mulai kupikirkan. Suami terlebih dahulu terbang ke Saudi, nanti aku dan Nusaibah menyusul kemudian. Namun, mengapa harus duluan? Bagi mahasiswa dari Timur Tengah, khususnya laki-laki, mencari dana tambahan di Saudi menjadi hal yang cukup lumrah. Berbekal ilmu agama yang dipelajari di kampus dan kemampuan berbahasa Arab--khususnya bahasa Arab 'Ammiyah yang digunakan sehari-hari, mahasiswa Timur Tengah (dan alumninya) bisa mendapat pekerjaan freelance di Saudi.  Travel sering kali mencari mahasiswa yang memang sudah berada di Saudi untuk menekan biaya akomodasi. Entah menjadi muthawwif atau tour guide , menjadi asisten di travel, atau sekadar bantu penjemputan di bandara. Gaji yang ditawarkan bisa menjadi pemasukan tambahan. Tantangannya, saingan yang cukup banyak di sana membutuhkan koneksi dan kecakapan yang mumpuni. Hasil yang didapatkan sama sek...

Titik Pembuka

Keajaiban pertama datang dari sebuah pesan singkat dari bapak. Bersama sebuah foto bukti pengiriman, beliau mengirimkan sejumlah uang yang cukup besar tanpa pemberitahuan sebelumnya. Buat Nusaibah, begitu keterangannya. Usut punya usut, beliau baru saja mendapat rezeki yang cukup banyak dan bermaksud dibagikan kepada kami para anak. Spontan kuucapkan hamdalah dengan mata berkaca-kaca. "Alhamdulillaaah. Bisa jadi tambahan, meski masih lumayan jauh dari cukup sih. Hehe," tanggap suami ketika mengetahui kabar tersebut. "Tak apa. Rezeki yang tidak disangka ini bisa jadi salah satu jalan kita memang akan umroh Ramadhan tahun ini!" Aku makin bersemangat menyusun rencana umroh ini. Daftar barang yang kira-kira akan dibutuhkan kutulis rapi-rapi. Beberapa tips umroh mandiri yang berseliwaran di media sosial kutonton satu-satu. Bersama suami, dana yang masih kurang kuhitung secara cermat dan kudiskusikan kemungkinan sumber pemasukan tambahan. Sekadar informasi, biaya yang ...

Dana yang Terkendala

"Hmm... Sepertinya belum cukup," kata suami pelan, ketika kembali kuutarakan keinginan untuk umroh Ramadhan. Aku hanya bisa menghela napas perlahan. Kami baru saja menghitung jumlah tabungan yang ada, juga menghitung berapa tambahan uang yang dibutuhkan untuk menutupi akomodasi jika memang akan umroh Ramadhan tahun itu.  "Akomodasi kita sekarang untuk bertiga, bukan cuma dua. Tiket pesawat dan visa Nusaibah sudah pakai tarif full orang dewasa. Ditinggal juga... Gak mungkin kan?" Suami mencoba membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. "Atau Nusaibah dititip saja?" Buru-buru kugelengkan kepala. Kondisi tabungan saat itu sebenarnya sudah mencukupi untuk umroh satu orang, bahkan mungkin jika dimepet-mepetkan bisa untuk dua orang. Namun tak akan cukup jika harus membiaya tiga orang, terutama setelah baru saja terkuras cukup banyak untuk biaya visa kami bertiga. Visa izin tinggal bagi mahasiswa Mesir memang harus diperbarui setiap tahun. Meski tela...

Doa yang Terkabulkan (Lagi)

Penghujung tahun 2022, kupandangi halaman pertama buku agenda tahunan yang hampir terisi penuh. Pada bagian atas tertulis besar-besar berwarna cerah, BIG PLAN 2022. Lima rencana besar--atau lebih tepatnya, harapan yang ingin kucapai pada tahun 2022 tertulis berurutan di sana. Salah satunya, umrah Ramadhan. Namun pada tahun tersebut, impian umroh Ramdhan itu kusandingkan dengan kalimat selanjutnya : mudik ke Indonesia. Umroh Ramadhan / mudik ke Indonesia, begitu tepatnya tulisan itu tertulis. Akhirnya harapan kedua yang terlaksana, meski sangat jauh dari ekspektasi yang terbayang. Namun tetap saja, harapan dan doa terkabulkan sesuai dengan apa yang kutulis. Keinginan untuk umroh Ramadhan tetap tertanam kuat-kuat. Seorang mahasiswi yang juga memiliki tanggungan satu anak, kebutuhan sehari-hari masih mengandalkan beasiswa pas-pasan dan pemasukan yang belum menentu, apa mungkin bisa menginjakkan kaki ke tanah haram-Nya yang membutuhkan kesiapan finansial dan tenaga--yang tidak sedikit? ...