Etika Bergaul Terbaik

Sejak tingkat sekolah dasar, sistem pendidikan Jepang telah menetapkan pendidikan moral sebagai salah satu bahan ajar yang memiliki urgensi. Anak-anak berusia tujuh tahun kurang telah diajarkan etika bersosialisasi dalam kehidupannya. Melalui pelajaran pendidikan moral, guru di sekolah mengajarkan cara berbicara pada orang lain, cara memberikan salam, dan nilai-nilai moral lainnya yang dibutuhkan setiap individu dalam bermasyarakat.

Karena itu, tak heran jika kita bisa mendapati anak-anak Jepang yang begitu beradab, baik terhadap teman yang sebaya maupun orang-orang yang lebih tua. Melalui pendekatan cerita pendek yang menarik, nilai- nilai moral tertanam dalam diri setiap anak tanpa paksaan. Mereka juga akan mendapati pendidik yang ikut menerapkan nilai tersebut--baik di sekolah maupun di rumah, sehingga bisa dengan mudah ditiru.

Mengajarkan anak-anak--dan juga orang dewasa-- tentang sopan santun memang harus sedini mungkin agar sikap tersebut bisa tertanam dengan kuat. Ia tak bisa hanya diajarkan melalui buku-buku. Mereka juga butuh teladan, dan lingkungan yang mendukung. Ketika menyelisihi kebiasaan moral sekitarnya, mereka akan merasa aneh karena berbeda sendiri. Terutama dari orang yang mereka sangat hormati, orang tua misalnya, akan sangat mudah menanamkan teladan dari gerak gerik ayah dan bunda di rumah.

Maka bagi pendidik yang ingin anak didiknya memiliki adab yang baik, seyogyanya membenahi diri sendiri terlebih dahulu. Memulai menerapkan nilai-nilai adab yang baik, dengan begitu anak didik akan tahu cara bersikap yang benar. Begitu pula yang telah diteladankan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.

Semasa hidupnya, beliau telah mencontohkan cara bergaul dengan manusia lain. Tua dan muda, kawan dan lawan hingga perempuan dan laki-laki, akan ditemukan perbedaan cara bersosialisasi dengan mereka sesuai karakter masing-masing. Semua orang yang pernah bertemu Rasulullah mengakui ketinggian moral yang beliau punya--termasuk dalam etika sosialnya.

Satu hal yang sama, beliau selalu menghargai orang yang berbicara dengannya. Seluruh gestur tubuh, intonasi, mimik wajah hingga pemilihan diksi diatur sedemikian rupa hingga membuat lawan bicaranya merasa dihargai. Bahkan para sahabat sering salah menduga, bahwa merekalah orang yang paling dicintai oleh sang nabi. Beliau tahu cara menanamkan cinta pada hati-hati sahabat, juga rasa segan terhadap musuh.

Misalnya saja, beliau sering mendahulukan mengucapkan salam, terlepas dari statusnya sebagai nabi dan pemimpin kaum muslimin. Wajahnya selalu terlihat berseri setiap bertemu siapa pun, memperlihatkan rasa bahagia atas pertemuan tersebut. Jika sedang berbincang, wajahnya akan selalu diarahkan pada lawan berbicara. Beliau tak memotong pembicaraan, menunggu hingga mereka selesai berbicara. Kecuali jika seseorang mengeluarkan kalimat yang keterlaluan, beliau akan mencoba mengalihkannya atau pergi meninggalkan majelis. Beliau juga tidak memalingkan wajahnya hingga sang lawan bicara benar-benar selesai berbicara dan berlalu dari hadapannya. Jika dipanggil, beliau akan menengok dengan seluruh tubuhnya--alih-alih hanya memutar leher dan wajah.

Tamu-tamu yang datang ke rumahnya akan dilayani sepenuh hati, jamuan disediakan semampu mungkin. Pakaiannya yang mulia sering dijadikan alas duduk agar para tamu nyaman. Dalam menjamu, beliau akan melambatkan makan dan selalu menghabiskan makanan terakhir agar orang-orang yang makan bersamanya tidak merasa sungkan.

Rasulullah adalah sebaik-baik pemimpin dalam membina umatnya. Sebaik-baik suami bagi para istrinya. Sebaik-baik ayah bagi anak-anaknya. Sebaik-baik kakek bagi cucu-cunya. Juga sebaik-baik kawan bagi para sahabatnya.

Selama hidup bersama Rasulullah, sahabat pun ikut mengadaptasi sikap dan perilaku beliau yang mulia. Hasilnya, orang yang baru mengenal Islam ataupun penduduk Madinah akan terkagum-kagum dengan etika para sahabat yang dilakukan secara otomatis. Terutama adab sahabat terhadap Rasulullah, tak ada suara yang tinggi, bahkan tatapan mata langsung yang berani ditujukan padanya.

Etika bergaul merupakan hal yang sangat penting untuk ditanamkan sejak dini. Namun, ia akan sangat sulit diberlakukan pada anak-anak jika mereka tak melihat contoh langsung dalam kesehariannya. Seperti anak-anak Jepang yang menyaksikan bagaimana orang tua dan gurunya bersosialisasi dengan orang lain. Seperti para sahabat yang mencontoh sedikit demi sedikit akhlak mulia sang baginda nabi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh