lupa
Membaca kembali helai demi helai kertas buku diary yang kupunya, selalu memberikan arti sendiri. Hai, aku masih di sini, di negeri para anbiya. Mendengar kicauan burung di langit, dan gonggongan anjing di pagi hari. Mendengar sayup-sayup rasa hangat yang menyapa melalui celah jendela yang sempit. Panas, dingin, lalu kembali musim panas. Begitu saja, mempertanyakan pencapaian apa yang telah didapatkan setelah merasakan berbagai selang-seling musim di negeri orang.
Beginikah perasaan jiwa-jiwa pencari jati diri? Selalu merasa gelisah menentukan arah, mencari jalan yang pulang untuk sebuah akhir yang baik.
Tidak. Saat ini aku tak membahas tentang waktu dan apa-apa yang berkaitan dengannya. Walaupun membaca lembaran-lembaran kisah yang terekam selalu mengingatkanku tentangnya. Namun, sebagiamana ia mengingatkan tentang waktu, ia juga mengingatkan diriku untuk tak lupa bersyukur.
Keluh kesah, kesedihan, dan kegelisahan begitu banyak tertuang pada ujung-ujung pena yang sudah mengering. Begitulah manusia, ketika nikmat diambil tuk sementara hanya keluh kesah yang bisa dilakukan. Sementara mata tertutup atas nikmat Allah yang lain, yang takkan bisa tertuliskan walau sebanyak apa pun tinta yang ada.
Aku lupa. Bahwa ada keselematan nyawa yang sedang didambakan oleh para ibu untuk anaknya di belahan bumi yang lain. Aku lupa. Bahwa ada perut yang berhari-hari tak pernah mencicipi makanan kecuali hanya remahan nasi kering yang digoreng kembali. Aku lupa. Bahwa ada langkah yang sangat dirindukan bagi mereka yang telah berbaring berbulan-bulan tanpa daya di atas dipan rumah sakit.
Semua rahmat-Nya, semua pemberian-Nya, masih banyak yang luput kusyukuri. Lalu, bersyukur atas pemahaman hidup yang datang menelisik, terus berbisik mengingatkan.
#30dwcjilid30 #30harimenulispalestina #freepalestine
Komentar
Posting Komentar