Hikmah dari Negeri Sakura

Salah satu episode kehidupanku yang tak terlupakan adalah waktu-waktu yang kuhabiskan di Jepang. Bukan karena sakuranya yang bermekaran setiap tahun, atau kebersihannya yang tak diragukan lagi. Namun, di sanalah masa kecilku berlalu dengan sangat menyenangkan.

Izinkan aku mengenang sedikit masa-masa itu. Kuingat, ummi yang saat itu berada di rumah hampir 24 jam, mendidik kami bersama para boneka. Mengembangkan imajinasi tanpa batas, belajar bersama boneka-boneka yang banyaknya hampir memenuhi sofa panjang satu-satunya di flat kami saat itu. Beberapa dibelikan abi, banyak juga merupakan pemberian orang. Senang sekali aku dan kakak perempuanku bermain bersamanya.

Suatu hari, abi mengajakku dan kakakku ke kebun binatang. Kami bersikeras membawa beberapa boneka kesayangan untuk ikut. Boneka jerapah, bayi mickey mouse bernama Dizaibu dan boneka teddy bear mungil. Aku pun kini tak yakin akan alasannya. Mungkin, kami merasa perlu menunjukkan kembaran mereka di kebun binatang. Atau mungkin, berniat mempertemukan mereka dengan sanak saudaranya yang lebih besar di sana. Siapa yang tau imajinasi anak kecil? Bahkan dalam catatan harian masa kecil, usia boneka harimauku 150 tahun.

Sayangnya, salah satu boneka kesayangan kakakku jatuh dan hilang dalam perjalanan. Tersedu-sedu ketika tahu, begitu cerita ummi ketika mengenangnya. Watakku yang memang cuek sejak kecil menganggapnya hal biasa. Namun ternyata, bagi kakakku itu menjadi masalah besar.

Sesenggukan selama beberapa saat di pojok ruangan, ummi datang merengkuh dan memvalidasi perasaannya.

"Kakak sedih, kehilangan boneka? Kan boneka yang lain masih banyak."

"Sedih ummi... Boneka itu sekarang sama siapa? Siapa yang akan merawatnya? Mungkin, boneka itu sekarang di jalan sendirian, nggak ada yang menemani. Kalau hujan, akan kehujanan. Kalau panas, akan kepanasan. Kasihan sekali, huhuhu.."

Ummi saat itu tak menyangka, ternyata kakakku menganggap boneka tersebut sebegitu spesialnya. Menganggap layaknya sebagai teman bermain bernyawa yang memiliki perasaan.

"Daijobu, tidak apa-apa. Mudah-mudahan ada anak Jepang yang menemukan Dizaibu, menyayanginya, dan membawanya pulang."

Setelah perkataan itu, akhirnya kakakku tenang dan berhenti menangis. Diusapnya air mata yang bercucuran, dan ia mulai menata kembali perasaannya.

Kejadian ini tak ada lagi dalam ingatanku, namun tentu saja tak bisa terhapus dari kenangan ummi. Setiap kali ummi mengisahkan cerita ini, aku selalu tertawa dan merasa hal ini konyol. Tapi ini tidak konyol sama sekali bagi seorang anak kecil yang belum genap berumur tujuh, sekitar 15 tahun silam. Masalahnya begitu besar sampai-sampai hatinya yang lembut merasa sakit dan sedih.

Aku memandang masalah dalam kehidupan ini seperti cerita masa lalu kami dan sang boneka. Ketika datang pertama kali, ia terasa sangat besar, berat dan menyesakkan jiwa. Namun, setelah waktu berlalu, kami bisa mengenangnya dalam senyuman lebar.

Mungkin saja ada masalah yang menimpa hari-harimu sebagai pelajar di sekolah. Atau ia datang bersama pasanganmu di rumah. Atau bahkan terjadi pada anak-anak keturunan yang sedang bertumbuh. Ketahuilah, masalah tersebut akan berlalu. Dan akan tiba saatnya kita mengenang masalah-masalah tersebut bukan sebagai masalah. Namun cerita konyol yang telah mewarnai kehidupan. .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh