Hazukashi : Bagian dari Iman

Kalian pernah membaca berita tentang seorang perdana menteri Jepang yang mengundurkan diri karena terjerat skandal kasus suap?

Kejadian ini terjadi pada tahun 2016, di mana seorang staf dari perdana menteri Akira Amari dituduh telah mengambi dana suap dari perusahaan konstruksi sebanyak 12 juta yen (setara dengan 1,5 miliar). Meski hanya stafnya yang dituduh, ia tetap membungkuk dalam meminta maaf telah merusak kepercayaan pemerintah.

Rasa malu membuatnya tak bisa lagi memangku jabatan perdana menteri. Begitulah filosofi hazukashi ditanamkan sedari kecil pada masyarakat Jepang. Memiliki rasa malu ketika berbuat kesalahan. Mereka memilih untuk mengundurkan diri, menanggalkan jabatan yang sudah diraihnya karena malu. Meski mungkin kesalahan yang ditimpakan padanya bukan akibat tangannya sendiri.

Malu merupakan emosi negatif yang dianjurkan dimiliki oleh seorang muslim. Bahkan memiliki rasa malu merupakan salah satu tanda orang yang beriman. Seperti dalam hadis nabi,

"Iman itu terbagi tujuh puluh ataupun enam puluh cabang, yang paling tinggi tingkatannya adalah kalimat: " Lâ ilâha illa Allah " sedangkan yang paling rendah tingkatannya adalah menyingkirkan duri di jalan, dan Malu itu termasuk salah satu cabang iman."

Juga dalam hadis yang lain,

"Sesungguhnya termasuk yang pertama diketahui oleh manusia dari ucapan kenabian adalah, jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu." (HR. Bukhari)

Seorang muslim harus menanamkan rasa malu berbuat kesalahan, bahkan melebihi tingkatan rasa malu yang dimiliki oleh orang-orang Jepang dan lainnya. Ia tetap harus menghadirkan rasa malu ketika melakukan kesalahan, atau ketika auratnya tampak meski tak seorang pun yang melihat. Beriman atau meyakini bahwa Allah maha melihat apa yang ia kerjakan di mana pun dan kapan pun. Sehingga ia tak akan melakukan pelanggaran yang menyelisihi aturan Allah.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam pun merupakan manusia yang memiliki rasa malu. Seperti yang diceritakan oleh para sahabat,

"Nabi Shalallahu alaihi wa sallam lebih pemalu dari pada perawan dalam pingitan. Jika beliau tidak menyukai (sesuatu), maka akan kami ketahui dari wajahnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Malu memang termasuk emosi negatif, yakni emosi yang tidak menyenangkan atau membuat diri merasa tidak nyaman. Namun sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk memiliki rasa itu. Karena ia adalah bagian dari iman. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa yang Salah?

Persiapan Keberangkatan (2)

Kail Pemancinh