Senior Rasa Guru
Dalam perjalananku mengenal bahasa Arab, ada satu nama yang sangat berarti. Beliau adalah senior beda dua tingkat, keturunan Arab yang sebelum masuk Arraayah pun tak bisa bercakap Arab sama sekali.
Sebagai sesama alumni sekolah negeri yang hanya belajar agama Islam kurang dari dua puluh jam per minggunya, ia mengerti kegundahanku. Bahasa Arab di sekolah sebelumnya bukanlah fokus utama, bahkan hampir tak pernah diajarkan. Berbagai kesulitan yang harus kulalui, sangat terbantu dengan kehadirannya.
Total ribuan mufrodat atau kosa kata yang kini berhasil kuhafalkan, ratusan berasal darinya. Sebagai qism lughoh atau anggota bagian bahasa, ia senang sekali memperkenalkan kosa kata baru dan membagi-bagikannya. Entah karena hobinya itu sehingga ia diangkat menjadi qism lughoh, atau karena euforia qism lughoh menjadikannya demikian.
Selain mufrodat, ia juga mengajariku--dan juga beberapa teman, kaidah bahasa Arab fasih. Pelajaran itu tentu membantu pemahaman ketika membaca, juga membiasakan lidah untuk bercakap tanpa menyalahi kaidah. Waktu sore yang harusnya digunakan bebas, ia korbankan untuk belajar bersama. Setelah berlangsung beberapa minggu, perkembangan bahasaku meningkat signifikan.
Tiba masa akhir kelas i'dad, berakhir pula kelas darinya. Namun, hal itu tidak membuatku berhenti terus menemuinya. Di sela-sela waktu, kami saling menukar mufrodat baru yang unik dan menghafalkannya bersama-sama. Tak jarang pula kami terlibat diskusi yang cukup panjang, membahas berbagai isu, khususnya yang berkaitan dengan bahasa.
Kabarnya, setelah kelulusan, ia melanjutkan program magister di negeri jiran Malaysia. Terima kasih, Kak. Jasa-jasamu selama ini 'kan kukenang, dan semoga pahala selalu mengalir untukmu.
Komentar
Posting Komentar