Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2023

Hikmah dari Negeri Sakura

Salah satu episode kehidupanku yang tak terlupakan adalah waktu-waktu yang kuhabiskan di Jepang . Bukan karena sakuranya yang bermekaran setiap tahun, atau kebersihannya yang tak diragukan lagi. Namun, di sanalah masa kecilku berlalu dengan sangat menyenangkan. Izinkan aku mengenang sedikit masa-masa itu. Kuingat, ummi yang saat itu berada di rumah hampir 24 jam, mendidik kami bersama para boneka. Mengembangkan imajinasi tanpa batas, belajar bersama boneka-boneka yang banyaknya hampir memenuhi sofa panjang satu-satunya di flat kami saat itu. Beberapa dibelikan abi, banyak juga merupakan pemberian orang. Senang sekali aku dan kakak perempuanku bermain bersamanya. Suatu hari, abi mengajakku dan kakakku ke kebun binatang. Kami bersikeras membawa beberapa boneka kesayangan untuk ikut. Boneka jerapah, bayi mickey mouse bernama Dizaibu dan boneka teddy bear mungil. Aku pun kini tak yakin akan alasannya. Mungkin, kami merasa perlu menunjukkan kembaran mereka di kebun binatang. Atau mungkin,...

Sebuah Perhentian

Hari ke-10. Sudah sepertiga bulan yang terlewati. Perhelatan menulis rutin yang kesekian kuikuti, kali ini aku ingin naik kelas. Mulai menulis sesuatu yang butuh data dan referensi lebih lengkap, tak sekadar cerita pengalaman sehari-hari.  Jilid ini jadi sangat menantang. Yah, kalau sudah tidak terasa menantang, tak perlu ikut lagi. Keluar dari zona nyaman diperlukan untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.  Namun di hari ke-10 ini, aku ingin berhenti sejenak. Memikirkan ulang niat dan tujuan awalku menulis tema-tema yang telah kutentukan sejak awal. Tentang Jepang dalam kacamata Islam. Bagaimana dahulu Ummi begitu sering mengaitkan akhlak yang dimiliki oleh orang-orang Jepang, kebanyakan merupakan nilai yang diajarkan Islam. Bagaimana mayoritas muslim yang pernah berkunjung ke Jepang selalu terkagum-kagum, tanpa mengetahui bahwa beginilah secuil potret jika saja seluruh muslimin kompak menjalani perintah agamanya.  Di beberapa kesempatan, aku kadang bertanya-tan...

Hazukashi : Bagian dari Iman

Kalian pernah membaca berita tentang seorang perdana menteri Jepang yang mengundurkan diri karena terjerat skandal kasus suap? Kejadian ini terjadi pada tahun 2016, di mana seorang staf dari perdana menteri Akira Amari dituduh telah mengambi dana suap dari perusahaan konstruksi sebanyak 12 juta yen (setara dengan 1,5 miliar). Meski hanya stafnya yang dituduh, ia tetap membungkuk dalam meminta maaf telah merusak kepercayaan pemerintah. Rasa malu membuatnya tak bisa lagi memangku jabatan perdana menteri. Begitulah filosofi hazukashi ditanamkan sedari kecil pada masyarakat Jepang. Memiliki rasa malu ketika berbuat kesalahan. Mereka memilih untuk mengundurkan diri, menanggalkan jabatan yang sudah diraihnya karena malu. Meski mungkin kesalahan yang ditimpakan padanya bukan akibat tangannya sendiri. Malu merupakan emosi negatif yang dianjurkan dimiliki oleh seorang muslim. Bahkan memiliki rasa malu merupakan salah satu tanda orang yang beriman. Seperti dalam hadis nabi, "Iman itu te...

Monozukuri : Amalan yang Dicintai Allah

Sedang jalan-jalan di pusat perbelanjaan dan mencari kebutuhan, mata tertumbuk pada satu barang yang terlihat sangat baik. Coba diselidiki, label made in Japan tertempel padanya. Pantasan bagus, buatan Jepang ini. Pernahkah kalian berpikiran sama? Atau hanya aku saja yang pernah berpikir begitu? Di Mesir sendiri, ada tiga jenis motor yang beredar di pasaran. Hindi atau dari India, Kori atau dari Korea, Shinny atau dari Cina dan Yabani atau dari Jepang. Orang-orang Mesir yang paham otomotif selalu merekomendasikan buatan Jepang untuk dimiliki. berkualitas selalu dikatakan yabani, atau buatan Jepang. Buatan Jepang identik dengan kualitas yang baik. Mulai dari pemilihan bahan, detail tambahan yang mempercantik hingga kemasan yang lucu-lucu. Mereka seakan-akan punya kemampuan untuk terus memproduksi barang yang berkualitas tinggi, terlepas dari jenisnya. Mempertahankan kualitas barang memang merupakan bagian dari budaya yang ditanamkan selama revolusi pola hidup sejak satu abad yang la...

Irasshaimase!

Irasshaimase!  "Irassahimase!" Sapaan itu bersahut-sahutan diucapkan oleh setiap pegawai ketika kami masuk ke kedai atau toko. Tak hanya dengan suara, mimik wajah mereka pun semringah, seakan-akan kami adalah orang yang sangat berharga dan dinanti-nanti. Lalu, semua pertanyaan dan kebutuhan yang kami inginkan berusaha ditanggapi selugas mungkin. Begitulah budaya orang-orang Jepang menyambut pelanggan di tempat usahanya. Berusaha memberikan penyambutan sepenuh hati, melayani walau hanya satu sen pembelian. Tak hanya di Jepang, kita pun bisa mendapati metode pelayanan yang mirip, diberikan oleh perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Hampir semua usaha menerapkan demikian, sepertinya budaya ini berusaha diterapkan pada setiap elemen masyarakat.  Belakangan kuketahui istilah ometonashi, yang dipopulerkan pada tahun 2013 oleh seorang penyiar bernama Christel Takigawa. Dalam penyampaian berita tengan olimpiade yang akan dilakukan di Jepang, sang penyiar menekankan budaya Jepang o...

Daijobu Desuka?

Hal yang paling melekat dalam ingatan masa kecilku ketika menetap di Jepang adalah kalimat Daijobu Desuka. Ditanyakan dengan intonasi prihatin, tanpa setitik pun senyuman. Artinya, apa kamu baik-baik saja?  Sejak usia pra sekolah, anak kecil diajar untuk berempati terhadap sesama. Tidak membiarkan, apalagi menertawakan ketika teman tersandung atau jatuh. Permainan akan dihentikan sementara waktu, memastikan teman yang jatuh tidak terluka dan baik-baik saja. Meski hanya jatuh ringan yang tak membahayakan, uluran tangan selalu ada untuk membantu. Mereka terbiasa untuk menolong orang yang kesusahan, dimulai dengan membangun empati pada masa kanak-kanaknya.  Karena itu, perasaan sedih lebih terasa dalam ketika pulang ke Indonesia dan mendapati teman sebaya sering menertawakan teman lainnya yang tertimpa musibah. Orang tua yang memandang pun hanya membiarkan, dengan dalih "masih anak-anak." Padahal pada masa itulah, kebaikan moral harus ditanamkan. Orang yang terbiasa menaruh empa...

100 Tahun Reformasi Pola Hidup

(Bersambung dengan tulisan sebelumnya) Menyadari keterpurukan moral yang terjadi di negaranya, beberapa tokoh Jepang mendirikan sebuah asosiasi bernama Asosiasi Reformasi Pola Hidup Jepang. Adat istiadat yang dianggap buruk dikumpulkan satu per satu, dan dirumuskan sebuah reformasi. Daftar kebiasaan yang harus diubah serta metode-metode yang mungkin dilakukan dikumpulkan, lalu sang ketua asosiasi tersebut, Dohi Masataka menerbitkan buku yang diberi judul Reformasi Adat di Jepang.  Menurut sang penulis, reformasi adat tidak kalah penting dibanding reformasi di bidang politik, industri, hukum, dan sebagainya yang telah dilakukan pemerintah Jepang sebelumnya. Sebab, adat atau kebiasaan yang buruk dapat menyebabkan kemunduran negara.  Suatu kebiasaan hampir mustahil untuk diubah jika telah berakar pada jiwa-jiwa masyarakat, terutama jika keinginan untuk berubah itu tak muncul dari diri sendiri. Karena itu, ia memutar otak dan mencari cara agar penduduk Jepang sadar akan pentingnya...

Kebiasaan Leluhur Jepang?

Gambar
  Disiplin, tepat waktu, dan bekerja dengan mengutamakan efisiensi adalah syarat yang perlu ditetapkan bagi masyarakat modern. Memperhatikan detail pekerjaan dan menuntaskannya hingga benar-benar tuntas menjadi tanggung jawab yang harus ditunaikan. Pendidikan moral sangat dijunjung tinggi, bahkan sejak kanak-kanak. Itulah yang terlihat hari ini dari masyarakat Jepang. Mereka dihormati karena kedisplinan, ketelitian dan ketetapan waktu, bahkan pada hal-hal kecil sekali pun. Berbagai negara mulai mengambil teladan dan berkiblat padanya, agar generasi pelanjut bangsa juga bisa mengikuti jejak kemajuan yang dialami Jepang. Apakah kebiasaan ini adalah hasil ajaran turun temurun dari leluhur Jepang? Ternyata tidak juga. Beberapa catatan sejarah yang tersimpan menggambarkan betapa Jepang juga pernah mengalami berbagai krisis akibat kebiasaan buruk yang mengakar dalam diri seperti malas dan cuek terhadap tanggung jawab dan pekerjaannya. Seperti yang dituliskan dalam buku Chikoku no Tanjo...

Tidak Untuk Dibaca

Nyiapin referensi udah, tulis poin yang bakalan ditulis juga udah, bahkan bentuk tulisan di day 3 udah kebayang di kepala. Tapi qodarallah, hari ini jari jemari seperti enggan menulis seluruh hal yang sudah disiapkan tadi.  Biasanya nulis pas anak dan suami sudah tidur, yang kemudian diedit keesokan harinya. Semalam, Nusaibah menolak tidur lebih cepat. Sepertinya karena sempat ketiduran sore, akhirnya energinya masih full walaupun malam makin larut. Jam 1 malam, aku yang nyerah. Milih tidur duluan, apalagi siangnya habis pergi seharian.  Alhasil belum ada "stok" tulisan yang bisa diedit pagi harinya. Ditambah mood yang lumayan kacau karena kurang tidur dan rumah cukup berantakan--bekas eksplorasinya Nusaibah semalam, otak seperti gak bisa mikir apa yang harus ditulis. Bolak balik buka referensi dan poin yang ingin ditulis tapi masih terasa buntu. Mau refreshing juga gak bisa, masih banyak yang harus diselesaikan di rumah.  Detik-detik menjelang deadline, mutusin untuk nul...

Sejarah Keagamaan Singkat

Seperti yang diketahui, Jepang adalah salah satu negara modern dan maju yang cukup disegani bangsa lain. Hal yang sering disebut-sebut sebagai penyebabnya adalah kebudayaan dan kebiasaan manusianya yang begitu apik dan teratur. Namun, apa benar kebudayaan Jepang yang diwariskan secara turun temurun adalah seperti apa yang kita ketahui? Membahas peradaban suatu bangsa, sepertinya kurang afdol jika tidak mengintip sejarah yang mendasarinya. Apalagi jika ingin membandingkannya dengan nilai-nilai yang dikandung suatu ajaran. Jepang atau Nippon pada mulanya dikenal dengan nama Negara Yamatai. Interaksi penguasa kepulauan Jepang dengan orang-orang dari dataran Tiongkok dan Korea yang dimulai pada abad ke-3 menyebabkan terjadinya pertukaran budaya dan menambah keterampilan penduduk. Selama hampir 300 tahun, Jepang mengirimkan delegasinya ke Tiongkok untuk mempelajari bahasa, sistem pemerintahan, budaya dan tekonologi. Nama Nippon pun bermula dari interaksi antar negara ini. Dalam surat yan...

Jepang Dalam Kacamata Islam : Pendahuluan

Sekitar 17 tahun silam, aku sekeluarga pernah mendapat kesempatan berdomisili di wilayah yang menurut banyak orang adalah negeri yang sangat maju. Tidak hanya di bidang teknologi, perkembangan mereka juga sangat pesat di bidang pendidikan dan industri. Banyak negara di dunia ini yang mulai berkiblat pada Jepang atas kualitas SDMnya yang begitu disiplin. Walau masih sangat belia, aku masih bisa meningat bagaimana mereka begitu teratur dalam menjalani kehidupan. Sikap dan perilaku yang ditanamkan sejak kecil pun sangat apik. Bagaimana kami sebagai anak-anak menghormati orang yang lebih tua, bagaimana kami bisa mandiri di usia yang masih sangat belia, hingga cara agar perbedaan yang terjadi tidak menyebabkan keretakan hubungan. Semasa hidupnya, Ummi sering bercerita tentang Jepang dan pengalaman kami menjalani keseharian di sana. Beberapa kali beliau mengaitkan antara kebiasaan-kebiasaan orang Jepang dan ajaran Islam yang sebenarnya. Menurut beliau--dan sebagian besar orang yang pernah ...