my first story ~ You are my hero!
Namanya Nisa.
Umurnya 5 tahun. Sekolah di TK Nusantara. Ibunya adalah adik dari ibuku. Ia
sangat cantik. Tapi, sayang… Dia sangat menjengkelkan. Semua permintaannya
harus di penuhi. Dia juga suka merusak barang-barangku. Bahkan, dia pernah
memutuskan kalung pemberian sahabatku. Betapa menjengkelkannya…
“Vira! Kemarilah sebentar nak,” panggil ibuku.
“Ada apa ibu?” tanyaku sambil menuruni tangga rumahku.
“Vira, tolong
jaga adik sepupumu, karena ibu dan tantemu, akan ada arisan keluarga. Ibu minta
tolong ya?” pinta Ibuku.
“Yaah… Ibu,
kenapa aku yang dimintai menjaga Nisa lagi?! Kan ada kakak Faisal. Pokoknya aku
tidak mau!” kataku sambil marah-marah.
“Tapi kan kakak
Faisal lagi ada les sempoa. Sekali saja ya… Ibu mohon. Karena tante Vania tidak
bisa menjaganya,” kata Ibuku sambil memohon.
“Iya nak Vira.
Tante tidak bisa menjaganya karena Nisa suka memecahkan sesuatu di rumah om
kamu…” kata ibu Nisa menambahkan.
“Huh, Baiklah...
Tapi harus ada imbalannya!” jawabku.
“Baiklah nanti
ibu beri kamu 10.000 untuk tambahan uang jajanmu besok,” kata ibu menyerah.
“Horeee!
Baiklah,” kataku. “Karena terpaksa,” tambahku dalam hati.
“Nisa kemari
nak! Kakak Vira akan menjagamu. Jangan nakal ya… Ibu mau pergi dulu,” kata Ibu
Nisa sambil mengecup kedua pipi anak tercintanya itu.
“Iya bu…“ jawab
Nisa. Lalu Nisa berlari ke arahku sedangkan Ibuku dan Ibu Nisa memasuki mobil.
Tidak lama kemudian mobil itu melaju kencang meninggalkan Nisa dan Aku di
garasi.
“Kakak Vira,
temani Nisa main boneka yuk,” ajak Nisa tak lama kemudian setelah Ibuku dan Ibunya
meninggalkan kami berdua.
“Huh malas!
Mendingan santai di rumah kosong itu,” kataku tanpa suara lalu aku berlari ke
arah rumah itu. Rumah itu adalah rumah yang sangat mewah dan perabotannya juga
mewah. Tapi sayangnya, rumah itu tidak berpenghuni. Dulu, sewaktu keluarga kaya
raya itu pergi, dia menitip rumahnya kepada keluargaku. Tapi karena Ibu dan
Ayahku sibuk, akhirnya Ibu dan ayahku tidak dapat mengurus rumah itu lagi. Mereka
berdua memberi tanggung jawab kepadaku untuk membersihkan rumah itu sehingga
aku dapat dengan leluasa masuk ke rumah tersebut.
Setelah sampai
di rumah kosong tersebut, Aku langsung masuk ke dapur dan menyalakan kompor.
Lalu Aku meletakkan sebuah panci berisi air kemudian memanaskannya. Sambil
menunggu airnya mendidih, Aku tidur-tiduran. Tapi, tanpa sadar, Aku tertidur
pulas. Tak lama kemudian, air yang aku masak
sudah habis karena menguap. Sedangkan api yang ada di bawahnya terus
memanaskan panci tersebut. Lama kelamaan panci itu mulai terbakar. Setelah
semua panci terbakar, api menyambar kertas yang ada di dekatnya. Kertas itu
jatuh dan mengenai koran. Koran itu akhirnya terbakar dan berujung di gas
elpiji yang ada di dapur itu.
“Kak Vira! Kak Vira
di mana?” kata Nisa sambil mencari-cari kakak sepupunya itu. Ia masuk ke dalam
rumah kosong itu untuk mencariku. Memang, sejak dia mengajakku bermain tadi,
aku berlari meninggalkannya menuju ke arah rumah kosong ini. Nisa terus
mencariku sampai dia menemukanku sedang tertidur pulas sementara api telah
berkobar di dapur. Ia langsung membangunkanku sambil berteriak
memanggil-manggil namaku. Aku yang kaget langsung terbangun dan berlari keluar
tanpa memedulikan Nisa. Nisa yang masih kecil bingung harus melakukan apa.
Hingga akhirnya…
DUAARR!!! Gas
Elpijinya meledak. Nisa yang belum sempat berlari keluar rumah terkena akibat
dari ledakan gas elpiji tersebut.
“NISAAAAA!!!” teriakku
histeris melihat adik sepupuku itu terkapar lemas. Cepat-cepat aku membawa Nisa
keluar. Lalu, meminta bantuan kepada warga yang mulai berdatangan untuk menolong
memadamkan api. Ambulans pun datang. Nisa dinaikkan ke dalam ambulans diikuti
olehku yang terus menangis di belakangnya…
“ka…ka…kak…
Vii…vii…vir…” kata Nisa terbata-bata saat dia mulai sadar. Ibu Nisa langsung
memeluknya.
“Nisa… Kamu
baik-baik saja kan nak? Apa yang sekarang kamu rasakan?” tanya Ibu Nisa berurai
air mata.
“Kakak Vira mana
bu? Dia baik-baik saja kan?” tanya Nisa lemas.
Aku yang berdiri
di belakang ibu Nisa langsung memeluk adik sepupuku itu sambil menangis
terharu. Aku sangat terharu, karena Nisa lebih mementingkan Aku, lebih dari ia
mementingkan dirinya sendiri. Padahal selama ini, aku sering kesal kepadanya.
Nisa tersenyum
melihatku. Aku membalas senyuman Nisa dengan tulus berurai air mata…
Kini aku sadar, bahwa selama ini, aku sering
jahat pada Nisa. Aku selalu kurang sabar menghadapinya. Aku bersyukur mempunyai
adik sepupu seperti Nisa. Andai saja dia tidak membangunkanku… Ah, aku tidak
dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada diriku. Terima kasih pahlawanku…
Semoga kamu cepat pulih kembali dan dapat bermain lagi denganku. Aku sayang
padamu…
Komentar
Posting Komentar