Jabat tangan berbuah dosa?
Pernahkah
kalian berjabat tangan? Jawabannya pasti pernah. Mungkin dengan orang
yang baru kita kenal, ataupun jika kita baru bertemu seseorang. Tetapi,
apakah kalian juga pernah berjabat tangan dengan seorang yang bukan
muhrim kita? Pernahkah kalian menolak berjabat tangan dengan seorang
yang berlainan jenis dengan alasan bukan muhrim?
Mengapa
menolak berjabat tangan hanya karena alasan bukan muhrim? Padahal salaman
adalah sunah Nabi Muhammad SAW.
Tab’in
yang mulia Qatadah berkata, “Aku pernah bertanya kepada Anas, apakah sahabat
Rasulullah SAW berjabat tangan?” Ia menjawab “Benar.” (HR.Imam Bukhari)
Nabi
Muhammad SAW pernah bersabda :
Yang artinya :
“Tidaklah dua orang muslim yang
berjumpa lalu berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni dosanya sebelum
berpisah.” (HR.Abu Dawud dan dinyatakan sahih oleh Syaikh Albani)
Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, “Seorang mukmin bila berjumpa dengan seorang mukmin yang lain lalu
mengucapkan salam dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan, maka
berguguranlah kesalahan-kesalahan keduanya seperti gugurnya daun sebuah pohon.”
(Hadits ini disebutkan Al Mundziri dalam At-Targhib,
ia berkata, “Aku tidak mengetahui adanya cacat pada para perawainya.”)
Hukum Berjabat
Tangan dengan Wanita/Laki-Laki Bukan Muhrim.
Benar bahwa berjabat tangan adalah sunah, namun tak selamanya berbuah
pahala. Ketika dua manusia berlainan jenis yang bukan muhrim saling berjabat
tangan, maka bukannya menggenggam pahala, tapi dosalah diraih.
Nabi Muhammad SAW bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ
حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَه
Yang Artinya :
“Seorang di antara kamu ditikam
kepalanya dengan besi panas, lebih baik baginya daripada menyentuh seorang
wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani, disahihkan Syaikh Al
Albani)
Beliau juga bersabda, “Sungguh, aku tidak berjabat tangan dengan wanita.
Sabdaku untuk seratus wanita sesungguhnya sebagaimana sabdaku terhadap seorang
wanita.” (HR. At-Tirmidzi, hasan shahih).
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Tidak, Demi Allah, tangan beliau
tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita dalam baiat. Beliau tidak membaiat
kecuali dengan sabdanya, (Kubaiat kamu untuk itu.)” (HR. Bukhari).
Dalam sabda beliau yang lain, Rasulullah SAW bersabda,
وَالْأُذَنَانِ النَّظَرُ زَنَاهُمَا فَالْعَيْنَانِ مَحَالَةَ لاَ ذَلِكَ مُدْرِكٌ الزَّنَى مِنَ نَصِيْبَهُ آدَمَ ابْنِ عَلَى كَتَبَ اللهَ إِنَّ) وَيَتَمَنَّى يَهْوَى وَالْقَلْبُ الْخُطَا زِنَاهَا وَالرِّجْلُ الْبَطْشُ زِنَاهَا وَالْيَدُ الْكَلاَمُ زِنَاهُ وَاللِّسَانُ الْإِسْتِمَاعُ زِنَاهُمَا (وَيُكَذِّبُهُ كَ الْفَرْجُ ذَلِكَ وَيُصَدِّقُ
Yang Artinya :
“Telah ditetapkan atas keturunan Adam bagiannya dari zina yang ia pasti
melakukannya. Dua mata zinanya melihat. Dua telinga zinanya mendengar. Lidah
zinanya berbicara. Tangan zinanya menyentuh. Kaki zinanya melangkah. Hati
zinanya berangan-angan, dan kemaluannya lah yang akan membenarkan atau
mendustakan semua itu.” (HR.Bukhari dan Muslim).
Pendapat Ulama
Empat Madzhab tentang Jabat Tangan dengan Wanita/Pria Bukan Muhrim.
Pertama : Madzhab Hanafi.
Al-‘Allamah ‘Alauddin Abu Bakan bin Mas’ud al-Kasani, setelah berbicara
tentang hukum melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita bukan muhrim,
mengatakan, “Menyentuh kedua anggota badan ini tidak dibolehkan. Sebab
dibolehkannya melihat keduanya itu karena kondisi darurat, sebagaimana yang
kami sebutkan. Sedangkan, tidak ada kepentingan untuk menyentuh keduanya. Di
samping itu, sentuhan itu dapat membangkitkan nafsu lebih dari tatapan.”
(Bada’is ash-Shanai, VI: 2959)
Kedua : Madzhab Maliki.
Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Nabi Muhammad SAW berjabat
tangan dengan kaum laki-laki saat baiat dengan laki-laki sebagai penguat atas
beratnya akad perjanjian tersebut dengan ucapan dan tindakan.
Karenanya, para wanitapun minta untuk berjabat tangan juga. Maka beliau
bersabda kepada mereka, “ Ucapanku kepada satu orang wanita itu sama dengan
ucapanku kepada seratus orang wanita.”
Belaiu tidak berjabat tangan dengan mereka, sebab syariat menekankan
kepada kita tentang haramnya menyentuh tubuh wanita, kecuali bagi orang-orang
yang dihalalkan menyentuh mereka.” (Aridhah al-Ahwadzi, V : 95-96)
Ketiga : Madzhab Syafi’i
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih
Muslim, mengomentari hadits ‘Aisyah radiyallahu ‘anha yang telah disebutkan
sebelumnya, dengan mengatakan, “Hadits ini mengandung penjelasan bahwa baiat
kaum wanita dengan ucapan tanpa berjabat tangan dengan telapak tangan; Baiat
kaum laki-laki itu dengan berjabat tangan dan ucapan. Menyentuh kulit wanita
asing (bukan muhrim) tidak dibolehkan tanpa ada alasan darurat; seperti
pengobatan, pendarahan, bekam, mencabut gigi, mengobati gigi, dan sejenisnya,
di mana tidak ada wanita yang sanggup melakukannya. Laki-laki asing boleh
melakukannya karena alasan darurat tersebut.” (Syarh an-Nawawi, XIII: 10)
Keempat : Madzhab Hanbali.
Imam Ishaq bin Manshur al-Marzawi mmengatakan, “Aku bertanya (kepada
Imam Ahmad), “Apakah Anda membenci berjabat tangan dengan kaum wanita?” Ia
menjawab, “Ya, aku membencinya.” Ishaq mengatakan, “Demikian itulah seperti
yang ia ungkapkan, baik dengan wanita tua maupun dengan wanita muda.” (Musail Ahmad wa Ishaq, 1: 211, dinukil
dari Silsilatul Ahadits ash-Shahihah,
no.529)
Inilah alasan yang jelas, mengapa menolak berjabat tangan dengan
wanita/pria yang bukan muhrim . Dalil-dalil shahih dan pendapat para imam yang
empat yang menjadi panutan menunjukkan ketidakbolehannya.
Sejatinya, seorang muslim tidak terpedaya oleh perkataan orang yang
menyelisihi para imam tersebut yang mengira bahwa setiap silang pendapat dalam
masalah fikih diakui selama yang mengemukakannya adalah seorang ulama, meski
bertentangan dengan dalil, bahkan menyelisihi madzhab yang selama ini mereka
pegang teguh. Muslim sejati adalah yang senantiasa menjadikan Rasulullah SAW
sebagai teladannya.
Wallahu
al-Haadi ilaa aqwam ath-thariq
Tulisan anak 13...hmm
BalasHapus